Komisi IX Dorong Indonesia Produksi Molnuvirapir

Jika Indonesia memproduksi sendiri Molnuvirapir, harga jualnya tentu dapat ditekan

Rabu , 10 Nov 2021, 13:57 WIB
Molupiravir jadi obat Covid-19, (ilustrasi). Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo meminta pemerintah membuat paten Molnuvirapir agar dapat memproduksinya di dalam negeri.
Foto: republika
Molupiravir jadi obat Covid-19, (ilustrasi). Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo meminta pemerintah membuat paten Molnuvirapir agar dapat memproduksinya di dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyambut baik langkah pemerintah yang berencana membeli 600 ribu hingga satu juta tablet Molnuvirapir. Namun menurutnya, pemerintah segera membuat patennya agar dapat diproduksi dalam negeri.

"Biar tidak ada ketergantungan dengan luar negeri, pemerintah sudah mengajak perusahaan BUMN atau swasta nasional agar obat ini didapatkan hak patennya di Indonesia agar bisa membuat sendiri," ujar Rahmad saat dihubungi, Selasa (9/11) lalu.

Baca Juga

Jika Indonesia dapat memproduksi sendiri Molnuvirapir, harga jualnya tentu dapat ditekan agar tidak terlalu membebaninya. Adapun mekanisme penjualannya nanti, ia meminta agar pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu.

"Kalau ini bisa terjadi (memproduksi sendiri Molnuvirapir), ini akan menambah satu senjata kita melawan perang pandemi," ujar Rahmad.

Untuk saat ini, pemerintah perlu membentuk perencanaan penggunaan Molnuvirapir tersebut. Mengingat obat tersebut dapat dikonsumsi oleh pasien terkonfirmasi Covid-19 dengan tingkat saturasi oksigen di atas 95 atau bergejala ringan.

"Karena ini adalah obat pertama Covid, ini menjadi semangat seluruh bangsa ini, kita sambut baik," ujar Rahmad.

Sementara itu, anggota Komisi IX Arzeti Bilbina mendorong pemerintah untuk membentuk perencanaan atau grand design Molnuvirapir. Apakah pemerintah akan terus membeli lewat mekanisme impor atau memproduksi sendiri.

"Kalau bisa dikatakan untuk produksi Molnuvirapir ini sejauh apa hasil kesepakatan dengan produsen ini. Karena di sini ada rencana jangka pendek, rencana jangka panjang," ujar Arzeti.

Selanjutnya, pemerintah perlu membuat rencana penggunaan dari Molnuvirapir tersebut. Termasuk apakah obat tersebut akan dijual bebas ke masyarakat atau hanya diberikan pada pasien Covid-19 bergejala ringan.

"Kalau kita melihat ada grand design atau strategi jangka pendek atau rencana jangka panjang tentu Pak Menteri punya grand design seperti apa untuk Molnuvirapir ini," ujar Arzeti.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Molnuvirapir yang akan dipakai untuk pasien Covid-19 dibanderol dengan harga di bawah Rp 1 juta per dosis lengkap. Kemenkes berencana membeli 600 ribu hingga satu juta tablet obat antivirus itu langsung dari perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Merck pada akhir Desember 2021.

Budi menjelaskan, nantinya tidak semua pasien Covid-19 akan mendapatkan Molnupiravir. Obat itu dapat dikonsumsi oleh pasien terkonfirmasi Covid-19 dengan tingkat saturasi oksigen di atas 95 atau bergejala ringan.

"Jadi kalau dia positif tapi saturasi masih di atas 94/95, dikasih obat ini, menurut hasil uji klinis di luar negeri 50 persen bisa sembuh. Tidak masuk ke rumah sakit," katanya.