Rabu 10 Nov 2021 00:18 WIB

Elkan Baggott dan Problem Anak Kewarganegaraan Ganda

Anak hasil perkawinan campuran yang berdomisili di Indonesia berpotensi jadi WNA.

Rep: Mimi Kartika, Antara/ Red: Ratna Puspita
Elkan Baggott (tengah).
Foto: Dok. IG: Elkan Baggott
Elkan Baggott (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengonfirmasi pemain sepak bola keturunan Indonesia-Inggris, Elkan Baggott, telah menerima KTP elektronik (KTP-el) sebagai warga negara Indonesia (WNI). Dia menjelaskan, Elkan Baggott memilih menjadi WNI mengikuti ibunya. 

"Karena orang tuanya WNA dan WNI, maka dia bebas memilih untuk menjadi WNA atau memilih menjadi WNI. Dalam hal ini dia memilih menjadi WNI mengikuti KK (Kartu Keluarga) ibunya," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/11). 

Baca Juga

Dia menyampaikan, Elkan Baggott bisa memilih kewarganegaraan di antara kedua orang tuanya sehingga kepemilikan KTP-el WNI Elkan bukan proses naturalisasi. Elkan pun mengikuti prosedur yang sama dengan warga lainnya dalam merekam KTP-el. 

Elkan hanya membawa fotokopi KK ke dinas dukcapil setempat. "Bisa di dinas dukcapil mana pun untuk rekam cetak luar domisili," kata dia. 

Sebelumnya, beredar foto di media sosial yang menunjukkan Elkan sedang menerima KTP-el di dinas dukcapil. Pemain bernama lengkap Elkan William Tio Baggott itu dipanggil pelatih tim nasional (timnas) Indonesia, Shin Tae Yong, untuk bergabung membela Tanah Air dalam Piala AFF pada Desember 2021. 

Kewarganegaraan ganda

photo
Bendera Merah Putih - (ANTARA/Yusuf Nugroho)

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan anak hasil dari perkawinan campuran atau beda negara yang berdomisili di Indonesia berpotensi menjadi warga negara asing. Hal tersebut terjadi ketika anak terlambat memilih kewarganegaraan dan tidak mendaftarkan ke Kemenkumham.

"Banyak yang telat memilih kewarganegaraan dan tidak mendaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam rentang waktu yang sudah ditentukan undang-undang. Akibatnya, anak hasil perkawinan campuran terancam menjadi warga negara asing," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar, Senin (8/11).

Cahyo menjelaskan, Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan hanya mengenal atau mengakui prinsip kewarganegaraan tunggal dan dwi kewarganegaraan terbatas atau ganda terbatas. Artinya, seorang anak dapat memiliki kewarganegaraan ganda hingga umur 18 tahun dan setelah itu paling lambat umur 21 tahun, anak tersebut harus menentukan sendiri menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan dalam rentang usia yang ditentukan dalam undang-undang.

Di sisi lain, anak-anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 harus mendaftar kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat empat tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan.Tujuannya, kata dia, untuk memperoleh surat keputusan anak berkewarganegaraan ganda sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006.

Cahyo mengakui implementasi UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia memiliki beberapa permasalahan kewarganegaraan yang dihadapi mengingat dinamika futuristik kewarganegaraan yang begitu cepat. Kemenkumham sedang melakukan upaya penyelesaian terhadap permasalahan kewarganegaraan tersebut melalui proses perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia yang merupakan turunan dari UU Kewarganegaraan. 

Salah satu materi perubahannya adalah mengenai tata cara pewarganegaraan bagi anak-anak yang tidak mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006, dan anak yang telah mendaftar sesuai ketentuan Pasal 41 tetapi tidak memilih kewarganegaraan Republik Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir.

photo
Penyanyi Anggun C. Sasmi membawakan sebuah lagu saat upacara pembukaan Peparnas Papua di Stadion Mandala, Jayapura, Papua, Jumat (5/11/2021). - (Antara/Raisan Al Farisi)

Pakar sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana memaparkan sejumlah masalah yang berpotensi terjadi jika suatu negara menerapkan kewarganegaraan ganda. "Memang di Amerika Serikat dan Inggris dan negara lainnya mengenal kewarganegaraan ganda, tetapi bukan berarti tidak ada diskriminasi kewarganegaraan," kataHikmahantodi Jakarta, Senin.

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut mencontohkan ketika China menerapkan kewarganegaraan ganda. Saat itu, setiap orang keturunan Tionghoa dianggap sebagai warga negara China meskipun mereka telah berkembang biak di banyak negara lain.

Pada 1950-an, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan melalui Surat Keterangan Berkewarganegaraan Indonesia yang pada intinya harus memilih warga negara Indonesia atau China. "Akhirnya banyak mereka-mereka yang keturunan China didiskriminasi karena adanya SKB RI," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Hikmahanto juga menerangkan, kewarganegaraan dan keturunan harus bisa dibedakan. Sebagai contoh pemain sepak bola Belgia, Radja Nainggolan, memiliki darah atau keturunan Indonesia. Di satu sisi, ia memang merupakan keturunan Indonesia tetapi bukan warga negara Indonesia. 

Contoh lain penyanyi Anggun Cipta Sasmi yang saat ini sudah menjadi warga negara Perancis. Namun, ia tetap boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya.

"Jadi yang namanya keturunan sampai kapan pun jika ada warna Indonesia-nya, maka tetap Indonesia," kata dia.

Akan tetapi, perlu diingat sambung dia, orang yang memiliki keturunan Indonesia tidak juga harus atau mesti menjadi warga negara Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement