Selasa 09 Nov 2021 14:54 WIB

Tembok Penghalang Israel Hancurkan Kehidupan Palestina

Hampir dua dekade Israel memicu kontroversi dengan membangun penghalang

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Tembok yang dibangun Israel untuk memisahanwilayah palestina yang didudukinya denganwilayah yang disebutkan sebagai terotorial Israel. Pembangunan tembok seperti ini sudah dilakukan sejak 20 tahun silam.
Foto: AP
Tembok yang dibangun Israel untuk memisahanwilayah palestina yang didudukinya denganwilayah yang disebutkan sebagai terotorial Israel. Pembangunan tembok seperti ini sudah dilakukan sejak 20 tahun silam.

IHRAM.CO.ID, QAFFIN -- Setiap tiga hari dalam satu pekan, petani Palestina di desa Qaffin di Tepi Barat berbaris di gerbang. Mereka bergiliran menunjukkan izin militer kepada tentara Israel untuk menyebrang perbatasan. Mereka meminta izin untuk merawat tanaman yang terhalang tembok pemisah buatan Israel.

"Tiga hari tidak cukup untuk menggarap tanah. Tanah ini semakin buruk," kata wali kota desa, Taysir Harashe, ketika tembok pembatas dibangun.

Para petani mengatakan bahwa pembatasan Israel yang semakin berat, membuat tanaman tak dapat hidup dan dirawat secara layak. Kebun zaitun tepat di luar gerbang hangus karena kebakaran baru-baru ini. Petugas pemadam pun harus meminta izin tentara Israel untuk memadamkan api.

Warga Palestina di Qaffin mengatakan tembok itu telah menghancurkan sekitar 1.100 hektar tanah pertanian mereka. Salah satu warga, Ibrahim Ammar mengatakan dulu menanam berbagai tanaman termasuk semangka dan jagung. Tapi, sekarang terbatas pada zaitun dan almond.

Bahkan selama panen zaitun tahunan, yang dimulai bulan lalu, Ammar hanya bisa memasuki tanahnya tiga hari dalam sepekan. Itu pun harus mengajukan izin untuk membawa anggota keluarga untuk membantu.

"Ayah saya, kakek saya, mereka sangat bergantung pada tanah. Sekarang saya tidak bisa menghidupi diri sendiri dan anak-anak saya," ujar Ammar.

Ammar jadi supir taksi untuk menambah penghasilannya. Penduduk desa lainnya melakukan pekerjaan kasar di Israel dan permukiman Tepi Baratnya. Setidaknya satu warga, yang frustrasi dengan pembatasan berusaha menanam sayuran di atap rumahnya.

HaMoked, sebuah kelompok hak asasi Israel yang membantu warga Palestina mendapatkan izin, mengatakan situasi para petani semakin memburuk. Dikatakan data yang diperoleh dari militer melalui permintaan kebebasan informasi menunjukkan bahwa 73 persen dari aplikasi untuk izin ditolak tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar 29 persen.

Pada tahun 2014, Israel berhenti memberikan izin kepada kerabat kecuali mereka terdaftar sebagai pekerja pertanian di lahan yang lebih besar. Pada 2017, militer mulai membagi kepemilikan yang lebih besar di antara anggota keluarga besar dan memutuskan bahwa apa pun yang lebih kecil dari 330 meter persegi tidak berkelanjutan secara pertanian. Pemilik yang disebut "petak kecil" ditolak izinnya.

"Tidak ada pembenaran keamanan. Mereka telah memutuskan bahwa Anda memiliki sebidang tanah yang menurut mereka terlalu kecil untuk ditanami," kata direktur HaMoked, Jessica Montell, yang menentang peraturan tersebut di hadapan Mahkamah Agung Israel.

Montell mengatakan peraturan lain didasarkan pada perhitungan rumit tentang berapa banyak tangan yang dibutuhkan untuk merawat berbagai tanaman. “Ini gila. Mereka mengatakan jika Anda menanam mentimun, Anda bisa mendapatkan X jumlah pembantu per dunam," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement