Senin 08 Nov 2021 19:47 WIB

Pemblokiran Akses Komunikasi Hambat Pendemo Antikudeta Sudan

Pasukan keamanan berpatroli di jalan membawa tongkat dan granat gas air mata.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Pemblokiran Akses Komunikasi Hambat Pendemo Antikudeta Sudan. Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pemblokiran Akses Komunikasi Hambat Pendemo Antikudeta Sudan. Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).

IHRAM.CO.ID, KHARTOUM -- Kelompok pro-demokrasi Sudan melancarkan dua hari demonstrasi dan pemogokan sebagai protes atas kudeta militer bulan lalu. Namun, gerakan mereka terhambat dengan adanya pembatasan akses komunikasi melalui jaringan internet dan telepon oleh pemerintah.

Dilansir dari The New Arab, Ahad (7/11), layanan internet telah sangat terganggu sejak 11 Oktober lalu dan jangkauan telepon tetap tidak merata. Meskipun kehidupan sehari-hari hampir terhenti, toko-toko, jalan, dan beberapa bank telah dibuka kembali.

Baca Juga

Pada Ahad pagi, orang-orang turun ke jalan-jalan di pusat ibu kota Khartoum meskipun lalu lintas lebih sedikit dari biasanya. Di Khartoum Utara, pasukan keamanan berpatroli di jalan-jalan utama membawa tongkat dan granat gas air mata.

Sebuah serikat guru mengatakan pasukan keamanan menggunakan gas air mata di gedung kementerian pendidikan untuk Negara Bagian Khartoum untuk membubarkan aksi duduk menentang penyerahan kepada pejabat militer. Beberapa rumah sakit dan staf medis bekerja normal sementara yang lain mogok.

 

"Sejumlah orang tidak tahu tentang seruan pembangkangan sipil karena terputusnya internet," kata seorang warga di Khartoum tengah yang meminta tidak disebutkan namanya.

Kudeta menghentikan pengaturan pembagian kekuasaan antara militer dan warga sipil yang telah disepakati setelah penggulingan Bashir dan dimaksudkan untuk mengarah pada pemilihan demokratis pada akhir 2023. Warga sipil terkemuka termasuk beberapa menteri ditahan dan Perdana Menteri Abdalla Hamdok ditempatkan di bawah tahanan rumah. Sejak kudeta, upaya mediasi yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengupayakan pembebasan tahanan, tetapi pengembalian kekuasaan dari pemerintah yang digulingkan mengatakan upaya itu terhenti.

Aktivis yang menuntut agar militer keluar dari politik telah mengumumkan jadwal protes yang mengarah ke demonstrasi massal pada 11 November di bawah slogan "Tidak ada negosiasi, tidak ada kemitraan, tidak ada kompromi". Ratusan ribu orang turun ke jalan menentang kekuasaan militer dalam dua demonstrasi sebelum dan sesudah peristiwa 11 Oktober. Kekuatan Barat telah menghentikan bantuan ekonomi ke Sudan dan mengatakan pembebasan puluhan miliar dolar utang luar negeri berisiko kecuali ada kembalinya transisi demokrasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement