Senin 08 Nov 2021 18:56 WIB

'Kecintaan Anak pada Pahlawan Nasional Perlu Ditumbuhkan'

Anak-anak dari Generasi Z terlihat lebih mudah mencerna budaya luar.

Sejumlah pelajar SD melakukan tabur bunga saat Ziarah Nasional dalam rangka Hari Pahlawan (ilustrasi)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Sejumlah pelajar SD melakukan tabur bunga saat Ziarah Nasional dalam rangka Hari Pahlawan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gelombang film-film laga, yaitu film yang berorientasi mengenai seorang tokoh utama (hero) ketika menghadapi kejahatan, diketahui sudah ada sejak tahun 1930-an dengan tema gangster atau koboi.  Namun baru di sekitar tahun 1954, film bergenre laga ini mulai diminati ketika film Seven Samurai, film garapan Sutradara Jepang, Akira Kurosawa, sangat memikat sineas dunia dan banyak mempengaruhi perfilman dunia, termasuk Hollywood. 

Setelah itu, banyak film-film laga bermunculan dan menampilkan tokoh-tokoh "jagoan" mulai dari jagoan koboi yang diperankan John Wayne, tokoh James Bond hingga tokoh superheroes yang diangkat dari komik/cerita fiksi seperti Iron man, Kapten Amerika, Spiderman, Superman, Aquaman, dan lain-lain.

Kini seiring dengan perkembangan jaman, film-film superhero, yang merupakan ciptaan industri tersebut dapat dengan mudah diakses di platform seperti Netflix, Youtube dan platform sejenis lainnya, bahkan oleh anak-anak sekalipun, sebut saja generasi Z (Gen Z).  

Lalu, ditambah dengan fakta bahwa kepemilikan gawai oleh anak-anak Gen Z tersebut, telah menyentuh angka 86 persen dan jumlah waktu yang dihabiskan mereka untuk berselancar  di internet mencapai minimal empat jam sehari.

"Kalau dulu kita harus ke bioskop untuk bisa menonton film superhero, sekarang, hanya tinggal klik beberapa kali, film-film tersebut sudah bisa ditonton," kata Psikolog Kasandra Putranto, dalam siaran pers, Senin (8/11).  

Kemudahan ini lantas menimbulkan fenomena baru, salah satunya, dikarenakan  hampir semua media, mobile games, dan film yang kini beredar, jarang sekali atau bahkan tidak sama sekali melibatkan tokoh-tokoh nasional atau budaya lokal khas Indonesia. Akibatnya, Gen Z ini terlihat lebih mudah mencerna budaya luar.  

Mereka seolah lebih lancar menceritakan kisah superhero ciptaan industri daripada sosok pahlawan nasional dan boleh dibilang hampir tidak mengenal pahlawan-pahlawan tersebut, walau hampir sekitar delapan pahlawan nasional yang wajahnya  masih tercetak di uang kertas yang berlaku atau ratusan pahlawan yang namanya menjadi nama jalan.

Seperti juga apa yang pernah terjadi beberapa waktu lalu, dimana beredar video viral social experiment di platform media sosial yang berisikan game tebak foto para pahlawan, dan anak-anak tersebut, ketika ditampilkan foto-foto para pahlawan, mereka tidak sanggup menjawab dengan benar, namun sebaliknya,  tanpa berpikir panjang mereka langsung menjawab dengan benar ketika melihat foto-foto para superheroes.

Kasandra mengatakan sebaiknya anak-anak zaman sekarang diingatkan kembali betapa pentingnya mendalami dan mengingat sejarah bangsa Indonesia. Namun karena sekarang sudah memasuki era digital, anak-anak akan lebih tertarik dengan media dan teknologi informasi.

"Oleh karena itu, tenaga pendidik bisa mencoba mencari cara untuk menyampaikan pelajaran sejarah dengan melibatkan teknologi informasi yang menarik seperti video atau dokumenter di situs online, animasi, seni, dan lain-lain," katanya.

Selain itu, kata Kasandra, orang tua juga hendaknya membiasakan anak-anak untuk kenal dengan sejarah bangsa sejak kecil dengan cara mengajak mereka berkunjung ke museum dan situs bersejarah.

Tentu saja, fenomena yang terjadi ini sama sekali bukanlah kesalahan anak-anak semata.  Mereka ibaratnya, seperti kanvas putih, yang bertanggung jawab adalah kita semua, sebagai orang tua, untuk melukiskan warna yang tepat pada kanvas tersebut.

Dalam skala yang luas, pengaruh-pengaruh dan paparan tersebut datang dari perusahaan-perusahaan besar, yang seharusnya bisa ambil bagian dalam mengintervensi hal ini. Sebagai perusahaan, mereka bisa ikut andil dalam memberikan dan mengusahakan agar generasi muda bisa lebih mengenal para pahlawan dari negara mereka berasal, serta menumbuhkan kembali kecintaan anak muda kepada para pahlawan dan sejarah bangsanya.  

"Misalnya saja dengan melakukan kegiatan CSR (corporate social responsibility-Red) bagi anak-anak dalam bentuk yang lebih fun dengan melibatkan tokoh-tokoh pahlawan lokal atau menggunakan budaya lokal," katanya.

Selain itu, perusahaan-perusahaan media, games, dan perfilman Indonesia mungkin juga bisa lebih  memperbanyak pembuatan film atau games yang mencantumkan budaya lokal dan tokoh-tokoh pahlawan Indonesia. 

"Semoga hal ini dapat  memberikan dampak yang positif, dengan harapan anak-anak tersebut bisa mengenang dan mencontoh semangat kebangsaan yang ada di diri para pahlawan nasional," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement