Senin 08 Nov 2021 15:54 WIB

BPOM akan Produksi Obat Covid-19 Molnupiravir

Molnupiravir digunakan kepada pasien Covid dengan saturasi di atas 95.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.
Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumaastuti Lukito mengaku, pihaknya sudah dihubungi oleh pihak terkait untuk menjadi fasilitas produksi obat Covid-19, Molnupiravir. Rencana ini diharapkan agar Indonesia juga dapat memproduksi sendiri obat tersebut.

"Tentu kesempatan ke depan kita bisa produksi sendiri. BPOM sudah dihubungi yang mendapat yang jadi fasilitas produksi, salah satunya India untuk molnupiravir ini," ujar Penny dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (8/11).

Baca Juga

Ia juga menyampaikan perkembangan lain, yakni BPOM telah menerbitkan informatorium obat Covid-19 di Indonesia. Informatorium itu merupakan revisi yang ketiga dari yang sebelumnya. "Ini untuk merespons terhadap perkembangan dari uji klinis pengembangan obat-obat Covid dan tentunya perkembangan terapi dari obat-obat Covid-19," ujar Penny.

Dalam forum yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan tiga strategi pengembangan Molnupiravir. Pertama adalah impor produk jadi, di mana industri farmasi di Indonesia sudah melakukan penjajakan dengan industri farmasi India yang mendapatkan voluntary license dari Merck.

"Dua, voluntary license meliputi pengembangan bahan baku dan produk jadi. Ini dapat dilakukan melalui dua jalur, melalui Merck dan melalui Medicines Patent Pool (MPP)," ujar Budi.

Terakhir, adalah compulsory license atau geoverment use. Ia mengatakan, obat Molnupiravir buatan Merck dapat mencegah 50 persen kemungkinan seorang penderita Covid-19 masuk rumah sakit. Obat tersebut berdosis 2x800 mg berjumlah 40 tablet untuk diminum oleh pasien 2x4 tablet per hari.

"Obat ini diberikan ke orang yang saturasinya masih di atas 95 persen, tujuannya mencegah 50 persen dia masuk rumah sakit," ujar Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement