Senin 08 Nov 2021 14:59 WIB

Kemenkes Berencana Beli Satu Juta Tablet Molnupiravir

Sejumlah perusahaan BUMN dan swata sudah mengajukan lisensi produksi molnupiravir.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021). Rapat tersebut membahas evaluasi penanganan pandemi COVID-19 dan strategi mitigasi gelombang ketiga melalui ketersediaan obat, alat kesehatan, vaksin, dan tenaga medis, serta keterjangkauan akses testing dan tracing bagi masyarakat.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021). Rapat tersebut membahas evaluasi penanganan pandemi COVID-19 dan strategi mitigasi gelombang ketiga melalui ketersediaan obat, alat kesehatan, vaksin, dan tenaga medis, serta keterjangkauan akses testing dan tracing bagi masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana membeli sebanyak 600 ribu hingga satu juta tablet obat terapi Covid-19 merek molnupiravir akhir Desember 2021. Pembelian obat dalam jumlah masif ini diklaim menjadi langkah antisipatif terhadap potensi terjadinya gelombang ketiga kasus Covid-19 di Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gudi Sadikin mengatakan, dirinya sudah bertemu dengan pihak Merck, perusahaan yang memproduksi molnupiravir di Amerika Serikat, beberapa hari yang lalu. Kesepakatan sudah tercapai untuk pembelian 600 ribu- satu juta dosis pada Desember 2021.

Baca Juga

"Jadi (pembelian ini untuk) mempersiapkan diri. Mudah-mudahan tidak terjadi (gelombang ketiga), tapi kalaupun terjadi kita punya stok obatnya," tutur Budi dalam rapat kerja dengan Komis IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/11).

Budi menjelaskan, obat molnupiravir ini akan diberikan kepada pasien Covid-19 bergejala ringan hingga sedang. Salah satu indikatornya adalah pasien dengan saturasi oksigen masih di atas 95. Dengan memberikan obat ini, pasien tersebut diharapkan tak perlu dirujuk ke rumah sakit. "(Sebab) hasil uji klinis di luar negeri, 50 persen pasien bisa sembuh, tidak masuk rumah sakit," ujarnya.

Untuk setiap pasien, lanjut Budi, dibutuhkan 40 tablet molnupiravir. Dia memperhitungkan harga 40 tablet itu sekitar 40-50 dolar AS. "Jadi tidak terlalu mahal, karena masih di bawah Rp 1 juta," ujarnya.

Dengan perkiraan harga 50 dolar AS atau Rp 713 ribu per 40 tablet, maka Kemenkes akan mengeluarkan dana sebesar Rp 17,82 miliar untuk membeli satu juta tablet molnupiravir. Perhitungan ini mengacu pada kurs hari ini, Rp 14.275 per dolar AS.

Budi menambahkan, untuk jangka menengah, pihaknya akan berupaya agar obat molnupiravir ini bisa diproduksi di dalam negeri. Kini, sejumlah perusahaan BUMN dan swasta sudah mengajukan lisensi kepada Merck untuk bisa memproduksi molnupiravir di Indonesia.

"Kalau bisa cepat, mudah-mudahan tahun depan kita buat ini (molnupiravir) di sini. Sehingga bisa memperkuat ketahanan sistem kesehatan kita," ucap Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement