Jumat 05 Nov 2021 17:17 WIB

Otoritas Tunisia Perintahkan Tangkap Moncef Marzouki

Moncef Marzouki menjadi kritikus utama Presiden Kais Saied.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Tunisia, Moncef Marzouki.
Foto: reuters.com
Presiden Tunisia, Moncef Marzouki.

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Pengadilan Tunisia telah menerbitkan surat perintah penangkapan internasional untuk mantan presiden Moncef Marzouki, Jumat (5/11). Hal itu terjadi sebulan setelah Marzouki meminta Prancis mengakhiri dukungan bagi pemerintahan Presiden Kais Saied.

Tak dijelaskan alasan di balik penerbitan surat perintah tersebut. Jaksa penuntut pun belum dapat dimintai komentar tentang hal itu. Saat diwawancara Aljazirah, Marzouki mengaku tak terkejut dengan munculnya surat perintah penangkapan terhadap dirinya.

Baca Juga

Menurut Marzouki, surat itu merupakan "pesan ancaman bagi semua warga Tunisia". Marzouki telah menjadi kritikus vokal Presiden Kais Saied. Pada 25 Juli lalu, Saied membubarkan pemerintah, membekukan legislatif, dan menguasai peradilan. Saied kemudian menerbitkan dekrit untuk memerintah Tunisia.

Marzouki menuding Saied melakukan kudeta. Bulan lalu, di hadapan demontran anti-Saied di Paris, Marzouki, yang menjadi presiden dari 2011-2014, mengatakan Saied telah berkomplot "melawan revolusi dan menghapuskan konstitusi".

Beberapa hari kemudian, Saied menyebut adanya pengkhianat yang mencari perlindungan di luar negeri. Pengkhianat itu, kata Saied, mengancam kedaulatan Tunisia. "Dia adalah musuh terbesar Tunisia," ujarnya

Marzouki, yang tinggal dalam pengasingan selama 10 tahun di Prancis pada masa pemerintahan Zine El Abidine Ben Ali, mengatakan, dia tidak khawatir dengan keputusan apa pun yang dikeluarkan pemerintahan tak sah tersebut.

Saied memberhentikan Perdana Menteri Tunisia Hicham Mechichi dan menangguhkan parlemen selama 30 hari. Hal itu dia lakukan setelah adanya serangkaian demonstrasi anti-pemerintah. Saied, selaku presiden, untuk sementara mengambil alih kekuasaan eksekutif. Dia mengatakan akan segera menunjuk perdana menteri baru.

Banyak warga Tunisia mendukung langkah yang telah diambil Saied. Mereka turun ke jalan dan bersorak gembira setelah pemberhentian perdana menteri dan penangguhan parlemen diumumkan. Namun ketua parlemen Tunisia, Rached Ghannouchi, memandang keputusan Saied sebagai kudeta.

Ghannouchi adalah ketua salah satu partai terbesar di Tunisia, yakni Ennahda. Dia mengatakan langkah Saied membubarkan pemerintah dan membekukan parlemen merupakan kudeta melawan revolusi serta konstitusi. "Kami menganggap institusi masih berdiri, dan pendukung Ennahda dan rakyat Tunisia akan membela revolusi," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement