Kamis 04 Nov 2021 13:06 WIB

Cerita Lilis, Bersama GSM Ingin Tingkatkan Kualitas Guru

Lilis mengungkapkan sangat merasakan perubahan dari terlaksananya GSM di sekolahnya.

Rep: My39/ Red: Fernan Rahadi
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Sumatera Barat, Lilis Suryani, saat mengikuti Workshop Penguatan Ekosistem SMK Melalui GSM Bagi SMK-PK Batch 5 Tahun 2021 di Magelang, Selasa (2/11) lalu.
Foto: My39
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Sumatera Barat, Lilis Suryani, saat mengikuti Workshop Penguatan Ekosistem SMK Melalui GSM Bagi SMK-PK Batch 5 Tahun 2021 di Magelang, Selasa (2/11) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang bercita-cita mewujudkan revolusi pendidikan telah banyak dikenal di berbagai daerah di Indonesia. Lilis Suryani, Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Sumatera Barat, juga tak menjadi pengecualian. Ia merasa terpantik karena memang dirinya  menyukai adanya perubahan. GSM pun seolah memanggil jiwanya untuk turut serta menciptakan ekosistem sekolah menyenangkan.

Ia mengungkapkan, lebih dulu kenal dengan GSM, bahkan sebelum SMK yang dikepalainya terdaftar sebagai SMK Pusat Keunggulan (PK) yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi. Hal itulah yang membuatnya begitu antusias dalam mengikuti Workshop Penguatan Ekosistem SMK Melalui GSM Bagi SMK-PK Batch 5 Tahun 2021 di Magelang, Selasa (2/11) lalu.

"Saya lihat di media sosial ada pelatihan GSM ini di Balai Medan. Tetapi karena saya berada pada wilayah yang susah sinyal, akhirnya pendaftaran saya gagal. Beruntungnya ada teman saya yang masuk, sehingga saya mendapatkan link darinya," tutur Lilis.

Awalnya, Lilis mengira GSM hanya meliputi penciptaan suasana fisik seperti ruangan belajar yang menyenangkan. Namun, seiring dengan kerapnya mengikuti pelatihan GSM, ia baru menyadari bahwa gerakan ini teramat menyeluruh. Sehingga ia percaya, GSM mampu menciptakan pendidikan yang sesungguhnya, yakni berkarakter, memerdekakan, serta memanusiakan.

Kepala SMKN I Sumatera Barat ini mengaku bahwa sudah banyak teman-temannya yang telah menggunakan sistem belajar menyenangkan tersebut. Pasalnya, beberapa guru di SMKN I Sumatera Barat telah mengikuti program Guru Penggerak dan upskilling. Sehingga mereka telah menciptakan praktik-praktiknya di dalam kelas.

"Namun, persentase keberhasilannya belum bisa saya katakan luar biasa. Barangkali baru 50 persen terlaksana, tetapi belum pada setiap pembelajarannya. Untuk itu, saya akan berupaya untuk memaksimalkan hal tersebut dengan menjadi 'among' bagi guru-guru lainnya, sehingga bisa menjadi teladan bagi mereka," ujarnya.

Dalam hal ini, Lilis mengungkapkan bahwa ia sangat merasakan perubahan dari terlaksananya GSM di sekolahnya. Perubahan tersebut terutama ia rasakan dari guru-gurunya. Guru-guru yang telah mengenal GSM akan meningkatkan mutu dan kualitas dirinya sendiri. Pasalnya, mereka tahu bahwa anak-anak didiknya saat ini bisa mendapatkan banyak pengetahuan dari berbagai sumber. Hal tersebut menuntut mereka untuk lebih kreatif dalam memberikan pendidikan, terutama perkembangan karakternya.

"Semangat perubahan mereka ini sangat luar biasa saya rasakan di sekolah saya, apalagi di sekolah saya itu gurunya muda-muda. Mereka sudah memikirkan bagaimana ketika mereka masuk kelas akan dirindukan oleh murid-muridnya," kata lilis menambahkan.

Di samping itu, Lilis pun mengungkapkan adanya korelasi yang sangat penting terkait program SMK-PK dengan GSM. Sebab, ketika suasana belajar sudah menyenangkan, tentu saja akan meningkatkan minat belajar siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Tak hanya itu, SMK tidak hanya melahirkan orang-orang yang memiliki keahlian di bidangnya, tetapi juga memiliki karakter dan keterampilan yang saat ini menjadi penilaian di dunia kerja.

Sayangnya, Lilis masih merasa ragu untuk dapat mempertahankan seemangat teman-temannya dalam agenda perubahan sistem sekolah yang menyenangkan ini. Pasalnya, saat ini di daerahnya baru SMKN I Sumatera Barat saja yang mendapatkan pemahaman terkait GSM. Sehingga ia memiliki kekhawatiran, semangat yang menggebu dari guru-guru yang sudah melakukan perubahan itu runtuh akibat cemoohan sekolah yang lain.

"Komunitas-komunitas di daerah sekolah saya masih belum memahami GSM ini, sehingga saya takut adanya bahasa-bahasa miring dari mereka yang dapat menghancurkan semangat teman-teman saya yang sudah melakukan perubahan," tutur Lilis.

Ia berharap sekolah-sekolah di daerah pesisir selatan ini dapat memiliki kepercayaan diri untuk bersaing dengan sekolah-sekolah di kabupaten, tentu saja dalam konteks memberikan pendidikan maksimal kepada siswa.

Ketakutan dan harapan tersebut ditanggapi oleh pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, bahwa pihaknya memang akan membentuk komunitas GSM yang dapat meningkatkan kepercayaan diri. Sehingga mereka tidak merasa sendiri serta memiliki teman berbagi atau sharing. Ia juga akan meyakinkan guru-guru tersebut bahwa melakukan gerakan menuju pendidikan yang memanusiakan dan menuntun kodrat ini adalah keharusan untuk diwujudkan.

"Jika keyakinan diri ini tumbuh dan terjadi terus-menerus, maka akan menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan untuk selalu beradaptasi dan berinovasi. Jika itu terjadi secara terus-menerus, maka saya yakin akan terjadi revolusi pendidikan melalui gerakan akar rumput ini. Sehingga ketakutan atau cemoohan itu justru malah menjadi kekuatan," ujar Rizal saat ditemui Republika di Hotel Atria Magelang.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement