Rabu 03 Nov 2021 18:40 WIB

Polda Metro Kritisi Perekrutan Sopir TransJakarta

Sopir bus TransJakarta yang mengalami kecelakaan pekan lalu diduga mengidap epilepsi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo.
Foto: Dok Polda Metro
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Sambodo Purnomo Yogo mengkritisi perekrutan sopir bus TransJakarta yang dinilai tidak teliti terkait riwayat penyakit calon sopir. Itu disampaikan pascakecelakaan maut bus TansJakarta yang diduga akibat penyakit epilepsi sang sopir kambuh.

Menurut Sambodo, pemeriksaan riwayat penyakit calon sopir bus tidak lengkap dan teliti. Apalagi, perekrutan tersebut hanya dengan menunjukkan surat sehat dari Puskesmas sudah bisa masuk menjadi sopir.

Baca Juga

“Jadi seharusnya diteliti benar," ujar Sambodo di Gedung Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (3/11).

Karena itu, kata Sambodo, pihak manajemen Transjakarta juga harus melakukan perbaikan terkait pengecekan kesehatan sopir bus. Semestinya, pengecekan kesehatan pengemudi harus dilakukan secara intens. Pemeriksaan itu mencakup tekanan darahnya, pupil matanya urine dan sebagainya.

“Sesaat sebelum bertugas dan pengecekan harus dilakukan oleh petugas medis bukan sekadar supir mengisi lembar pernyataan kesehatan jadi yang terjadi selama ini pengemudi sebelum mengemudi dia mengisi ceklis," kata Sambodo.

Selain pemeriksaan secara rutin, menurut Sambodo, pemeriksaan kesehatan juga dilakukan secara berkala atau setiap enam bulan sekali. Hal itu dilakukan untuk memastikan kondisi seluruh sopir bus tetap dalam kondisi yang baik. Sebab, lanjutnya, mungkin saja saat mendaftar dalam keadaan sehat tapi seiring berjalannya waktu kondisi kesehatan berubah atau menurun.

"Karena bisa saja dia mendaftar dalam keadaan sehat tapi dalam perjalanan dengan faktor umur, panas dan sebagainya terjadi gangguan kesehatan yang menyebabkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi," ungkap Sambodo.

Sebelumnya, sopir TransJakarta berinisial J yang alami kecelakaan di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur pada Senin (25/11) itu diduga memiliki riwayat penyakit epilepsi. Itu diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak kedokteran dan laboratorium forensik Polri.

"Diduga sampai dengan saat ini hasil pemeriksaan kedokteran kepolisian dan juga labfor memang pengemudi ini punya bawaan penyakit riwayat kesehatan epilepsi," ujar Sambodo, Rabu (3/11).

In Picture: Menengok Bangkai Puluhan Bus Transjakarta

photo
Anak-anak bermain di area bangkai bus transjakarta di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (24/6). Sebanyak puluhan bus transjakarta yang sudah tidak layak pakai dimanfaatkan warga untuk mencari sisa-sisa rongsokan dari bangkai bus untuk dijual guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

 

Dalam kecelakaan bus TransJakarta yang merenggut dua nyawa itu, penyidik telah menetapkan J sebagai tersangka. Penyebab daripada kecelakaan ini disimpulkan akibat human error. Kesimpulan itu didapat dari hasil gelar perkara. Kemudian, juga merujuk pada hasil keterangan saksi dan Traffic Accident Analysis atau TAA.

"Penyebab kecelakaan hasil gelar perkara adalah human error. Jadi pengemudi yang meninggal dunia yang membawa bus TransJakarta adalah tersangkanya," kata Yusri.

Kemudian atas perbuatannya, tersangka J dijerat Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman enam tahun penjara. Namun, karena yang bersangkutan meninggal dunia, maka kasus kecelakaan ini dihentikan dengan mekanisme SP3 sesuai Pasal 77 KUHAP.

Akibat kecelakaan tersebut, sebanyak 33 orang menjadi korban. Adapun dua orang di antaranya meninggal dunia. Dia adalah supirnya inisial J dan seorang penumpang yang duduk di bagian depan. Kemudian, lima orang menderita luka berat dan sisanya 26 luka ringan.

Sebelumnya, Direktur Operasional PT Transjakarta, Prasetia Budi, mengatakan, pascakecelakaan bus Transjakarta di MT Haryono, Jakarta Timur, kemarin, pihaknya langsung melakukan evaluasi mendalam. Termasuk, evaluasi ke pihak mitra operator bus Bianglala Metropolitan (BMP) selaku pemilik dan operator dua bus Transjakarta terkait.

Langkah itu, dikatakan dia, merupakan tindak lanjut Transjakarta sesuai arahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari. Dia mengklaim, akan memperketat kegiatan evaluasi dan pembinaan pada operator.

“Hal ini sebagai salah satu langkah dan upaya yang kami lakukan, sesuai arahan pak Gubernur untuk meminimalisir kejadian seperti ini tidak terulang kembali ke depannya,” ujar Prasetia di Jakarta, Selasa (26/10).

Dia menambahkan, manajemen Transjakarta akan terus meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan selama bus beroperasi dan melayani pelanggan. Upaya itu, kata dia, dimulai dengan pembekalan operator ataupun pramudi saat melayani penumpang.

“Kami berharap, para operator bisa menerapkan apa yang sudah didapatkan  dalam setiap arahan dengan baik dan semaksimal mungkin saat berada di lapangan,” katanya.

photo
Gubernur DKI Jakarta keluarkan seruan untuk Kawasan Dilarang Merokok - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement