Rabu 03 Nov 2021 08:12 WIB

'Suara ‘Aisyiyah Barometer Dinamika Gerakan Perempuan'

Kehadiran media dinilai penting agar perempuan dapat mengembangkan potensinya.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Majalah Suara
Foto: Suara 'Aisyiyah
Majalah Suara

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mewujudkan perempuan berkemajuan yang menjadi cita-cita luhur 'Aisyiyah memerlukan peranan media sebagai sarana dakwah. Kehadiran media dinilai penting agar perempuan dapat mengembangkan potensinya serta melakukan dakwah guna mendorong terwujudnya perempuan berkemajuan.

Misi ini, lanjut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)  'Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini sudah diikhtairkan oleh majalah perempuan Suara 'Aisyiyah sejak media ini berdiri 95 tahun lalu. 

"Meneguhkan literasi perempuan berkemajuan menjadi misi yang terus diperjuangkan oleh majalah Suara 'Aisyiyah. Majalah ini hadir untuk menggelar dakwah yang seluas-luasnya agar terwujud perempuan berkemajuan," kata Noordjannah dalam Puncak Milad ke-95 Suara 'Aisyiyah yang digelar secara daring, Sabtu (30/10).

Dalam acara yang mengusung tema 'Meneguhkan Literasi Perempuan Berkemajuan', ia menegaskan bahwa kehadiran Suara 'Aisyiyah  sejalan dengan bagaimana persyarikatan Muhammadiyah memaknai kemuliaan dan keinginan untuk memajukan laki-laki dan perempuan.

 

Salah satu yang menjadi tolok ukur menurutnya adalah majalah dapat menjadi baro­meter untuk menggambarkan dinamika gerakan perempuan Indonesia. Terutama saat 'Aisyiyah menjadi salah satu inisiator penggerak tonggak pergerakan perempuan melalui Kongres Perempuan Indonesia 1 pada 1928.

Kongres ini, lanjut Noordjannah, menjadi tempat menyiarkan isu-isu maupun terjadinya dialog mengenai perjuangan perempuan Indonesia. Karena pada waktu itu belum banyak media dari gerakan perempuan dan baru Suara 'Aisyiyah menjadi salah satu media yang menyuarakan kongres tersebut. 

Baca juga : TPS3R Belum Efektif Kurangi Sampah yang Masuk ke Piyungan

Kontribusi penting lainnya adalah  Suara 'Aisyiyah menjadi salah satu majalah dengan misi memberantas persoalan-persoalan yang terjadi pada perempuan. Seperti memberantas perdagangan perempuan, kekerasan, dan memperjuangkan keadilan bagi perempuan, termasuk jihad melawan penjajahan.

Meskipun begitu, persoalan-persoalan yang menyangkut perempuan sejak dulu masih terus berlangsung hingga sekarang. Hal ini, menjadi perhatian terutama 'Aisyiyah untuk terus menjalankan dakwahnya yang berlandaskan Islam berkemajuan dan menebar nilai-nilai Islam rahmatan lil 'alamin.

"Artinya, dakwah kita belum selesai terkait dengan ikhtiar kita untuk penguatan perempuan, perlindungan hak-hak perempuan, anak dan keluarga," kata Noordjannah menambahkan.

Misi dakwah yang terus diperjuangkan melalui Suara 'Aisyiyah, membuat majalah organisasi perempuan tertua di dunia tersebut masih bertahan di tengah dinamika yang ada hingga saat ini. Pada hampir satu abad perjalanannya, banyak tantangan yang dihadapi Suara 'Aisyiyah.

"Majalah ini dapat bertahan dengan pesan awal kesejarahan yang membawa misi Islam berkemajuan, membawa misi perempuan berkemajuan, membawa misi kesejahteraan umat dan kemanusiaan universal," ujarnya.

Ia meminta agar keberlangsungan Suara 'Aisyiyah tetap dijaga sebagai literasi atau suluh bagi perempuan berkemajuan. Pasalnya, melalui majalah ini 'Aisyiyah mendorong se­luruh umat untuk bergerak dalam mewu­jud­kan kedamaian dan memberikan pencerahan.

Memberi pencerahan

Dalam pandangan  Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebuda­ya­an (Menko PMK), Prof Muhadjir Effendy, se­jak terbit pada Oktober tahun 1926 lalu, Suara 'Aisyiyah hadir untuk memberikan pen­cerahan kepada masyarakat. Di masa perem­puan sulit memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan, Suara 'Ais­yiyah terus mengemban dakwahnya menjadi literasi untuk memajukan perempuan.

"Suara 'Aisyiyah terbit di tahun perempuan masih belum banyak mengakses pendidikan maupun bahan-bahan bacaan yang berguna, sehingga keberadaannya dapat memberikan pencerahan memajukan kehidupan perempu­an waktu itu," kata Muhadjir.

Dengan kemajuan teknologi informasi, berita bohong atau hoaks hingga ujaran keben­cian juga semakin marak beredar di tengah masyarakat. Untuk itu, Suara 'Aisyiyah diha­rapkan tetap menjaga perannya dalam men­syiarkan pandangan Islam berkemajuan dan menjadi literasi alternatif di tengah maraknya hoaks dan ujaran kebencian.

Baca juga : Terpikat Sholat Menjadi Alasan Mualaf Sari Sukma Masuk Islam

Sedangkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir ber­pen­dapat jika Suara 'Aisyiyah telah ber­kon­tribusi dalam mencerdaskan kehidupan bang­sa sejak awal berdirinya 'Aisyiyah. Ha­dirnya Suara 'Ais­yiyah pada 1926 dinilai se­bagai wujud ge­rakan 'Aisyiyah yang ber­u­paya meng­angkat martabat perempuan Indo­nesia.

Saat itu lanjut Haedar, Indonesia tidak ha­nya dihadapkan dengan penjajahan, namun juga dihadapkan dengan berbagai persoalan yang menyangkut perempuan. 'Aisyiyah, ka­ta­ dia, sebagai salah satu pilar pelopor dari Kong­res Perempuan Indonesia 1 tahun 1928. Da­lam kongres tersebut, 'Aisyiyah membuk­ti­kan bahwa kehadirannya merupakan pilar perempuan Islam yang berkemajuan.

Sebagai media, Suara 'Aisyiyah saat itu juga menjadi pilar yang berusaha membangun kesadaran literasi khususnya pada perempuan. Termasuk membangun literasi pada generasi muda perempuan Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement