Selasa 02 Nov 2021 21:09 WIB

Greenpeace Sebut Pidato Jokowi tak Menggambarkan Realitas

Jokowi dinilai mengisyaratkan Indonesia tidak akan beralih dari industri ekstraktif.

Rep: Febryan. A/ Red: Ilham Tirta
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato (ilustrasi).
Foto: Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia menyebut pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam KTT PBB terkait perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11), adalah omong kosong belaka. Sebab, Greenpeace menilai seluruh pernyataan dalam pidato itu tak menggambarkan realitas secara utuh.

"Boleh dikatakan bahwa klaim-klaim Jokowi seluruhnya adalah omong kosong," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik dalam konferensi pers daring, Selasa (2/11).

Omong kosong itu, terang Iqbal, tampak dalam klaim Jokowi soal penurunan laju deforestasi secara signifikan. Padahal, kata dia, dalam 10 tahun terakhir laju deforestasi tetap tinggi.

Periode 2011 hingga 2019, deforestasi mencapai 4,8 juta hektare. Lebih tinggi dari pada periode sebelumnya, yakni 2,45 juta hektare pada periode 2003 - 2011. "Artinya, deforestasi di Indonesia itu tidak bisa ditangani dengan baik," kata dia.

Baca juga:

  • Jokowi Tegaskan Komitmen Indonesia dalam Perubahan Iklim
  • Jokowi: Negara Maju Harus Lebih Konkret Kendalikan Iklim
  • Presiden Jokowi dan PM Inggris Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi

    Iqbal juga membantah klaim Jokowi soal kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2020 turun 82 persen. Menurut dia, klaim ini lucu karena Jokowi melakukan pengambilan data sebagian alias cherry picking.

    "Kalau kita bandingkan lagi, Karhutla tahun 2020 hampir mencapai 300 ribu hektare. Sedangkan pada 2017 kita pernah menekan angka deforestasi hingga 170 ribuan hektare," kata dia.

    Bahkan, lanjut dia, terdapat areal hutan yang masuk konsesi perusahaan, yang terbakar berulang pada 2015, 2019, dan 2021. Area konsesi yang terbakar berulang itu terdapat di beberapa titik di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. "Artinya, kebakaran hutan tidak bisa diklaim Jokowi sebagai keberhasilan," ujar Iqbal.

    Tak hanya menyebut seluruh klaim dalam pidato Jokowi sebagai omong kosong, Iqbal juga menyebut pidato tersebut adalah pertanda buruk bagi Indonesia. Sebab, pidato itu mengisyaratkan Indonesia tidak akan beralih dari industri ekstraktif.

    Salah satu contohnya, kata dia, adalah ketika Jokowi menyebut Indonesia akan memanfaatkan bio fuel dalam upaya mengurangi emisi. "Ketika target bio fuel ingin dicapai oleh Indonesia, maka dibutuhkan sekitar 9 juta perkebunan sawit baru di Indonesia," kata dia mengungkapkan kontradiksi dalam pernyataan Jokowi.

    Contoh lainnya, ketika Jokowi berbicara soal transisi menuju energi bersih. Di sisi lain, kata dia, Kementerian ESDM dan PLN tetap akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 13,8 giga watt menggunakan bahan bakar batu bara.

    "Ini penanda bahwa Indonesia tidak akan beralih dark industri ekstraktif. Tidak akan berkontribusi secara nyata dan betul-betul berkomitmen dalam menangani krisis iklim," kata Iqbal.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement