Senin 01 Nov 2021 15:00 WIB

PDIP Dorong Ambang Batas Parlemen 5 Persen

Sistem pemerintahan presidensial, memerlukan dukungan multi partai sederhana. 

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto
Foto: istimewa
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, bahwa penyederhanaan sistem multi partai harus dilakukan demi perbaikan sistem politik di Indonesia. Untuk itu, pihaknya mendorong ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) ditingkatkan menjadi 5 persen.

"Jumlah partai di DPR RI harus dibatasi, yang eligible ikut Pemilu itu juga bisa dibatasi melalui suatu proses yang betul-betul selektif, tetapi yang bisa menempatkan perwakilannya di DPR itu juga terus menerus ditingkatkan," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).

Sistem pemerintahan presidensial, kata Hasto, memerlukan dukungan multi partai sederhana. Multi partai sederhana itulah yang dinilai dapat membantu proses efektivitas dari pemerintahan.

Untuk itu, dia menyampaikan, ambang batas parlemen yang ideal untuk setiap tingkatan. Pertama, ambang batas parlemen untuk DPR RI sebesar 5 persen, ambang batas DPRD provinsi 4 persen, dan ambang batas untuk DPRD kabupaten/kota 3 persen.

"Kami usulkan ini juga diterapkan di tingkat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota secara berjenjang, sehingga konsolidasi itu terjadi secara menyeluruh. Nanti akan kelihatan mana partai yang di dalam tradisi Pemilu dengan dipilih oleh rakyat," ujar Hasto.

PDIP juga mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu). Pasalnya, ia lebih banyak melihat mudharat dari sistem proporsional terbuka.

"Proporsional terbuka itu juga mampu mengeliminir itu berbagai tokoh-tokoh yang sangat kuat terhadap pemahaman sistem politik, fungsi legislasi, kalah oleh aspek elektoral," ujar Hasto.

Keheranannya akan sistem proporsional terbuka makin menjadi ketika seorang anggota DPR protes ihwal isu perdagangan perempuan dibahas di Komisi III yang membidangi hukum. Legislator itu justru berpendapat agar isu tersebut dibahas di Komisi VI yang membidangi perdagangan.

"(Itu terjadi) Karena tidak ada pendidikan politik untuk memahami bahwa DPR itu untuk menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, fungsi representasi," ujar Hasto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement