Ahad 31 Oct 2021 12:09 WIB

Bung Karno Adalah Otak Pemikir Piagam Jakarta

Saham Gabungan Itu Bukan Hutang

Buku Utang Republik Kepada Umat Islam, karya Lukman Hakiem
Foto:

Mencerdaskan

MEMBACA tuntas HRPI sampailah kita pada kesimpulan, bahwa NKRI ini bukan milik siapa-siapa tetapi MILIK KITA bersama. Dengan fakta mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam, pastilah NKRI ini milik umat Islam.

HRPI mengungkap rinci perjuangan para tokoh Islam dalam menjaga NKRI. Segenap pejuang tulen diuraikan dengan lincah dan fasih seperti HOS Tjokroaminoto, H Agus Salim, KH Hasyim Asy'ari,  KH Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Abdul Kahar Mudzakir,  Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Room, dan masih banyak lagi tokoh lainnya.

Mayoritas pembaca awam pasti akan dikagetkan oleh pengungkapan fakta bahwa otak dan biang lahirnya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang menjadi risalah resmi Preambule UUD 1945 dengan mencantumkan 9 kata "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" adalah Bung Karno (hal. 330).

Dan para tokoh yang akhirnya memutuskan menerima rumusan Preambule UUD tanpa 9 kata tersebut justru para tokoh berhaluan Islam, demi menjaga persatuan dan kesatuan utamanya menampung aspirasi para tokoh Kristiani dari Indonesia Timur.

Perisitiwa lain yang sangat menentukan kelangsungan NKRI adalah Mosi Integral Natsir yang memastikan bahwa Indonesia tetap dalam pilihannya sebagai negara kesatuan.

Belum lagi dengan fakta bahwa begitu banyak tokoh pergerakan yang susuan ilmunya pada maha guru Yang Oetama HOS Tjokroaminoto, termasuk Bung Karno, Ki Hadjar Dewantara, Dokter Tjipto, Alimin, Semaun, dan sebagainya.

Atas serakan fakta itulah Lukman Hakiem menggambarkan dengan kalimat HUTANG REPUBLIK PADA ISLAM.  Mungkin lebih tepat jika jasa besar para tokoh Muslim ini sebagai saham gabungan. Pada hukum hutang, kondisi apapun debitur, ia harus mengembalikan apa yang diterima kepada kreditur. Konsep saham lebih kohesif karena menggambarkan tindakan gotong royong dan sirkah. Pada konsep sirkah, ada tanggung jawab bersama. Jika Republik ini amit-amit hancur, maka semua ikut menanggung kehancuran. Sebaliknya jika Republik ini jaya makmur, maka kejayaan dan kemakmuran itu juga harus didistribusikan merata tanpa kecuali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement