Sabtu 30 Oct 2021 02:01 WIB

OJK: Tren Penguatan IHSG Terus Berlanjut pada 2022

Memasuki Oktober 2021, IHSG berada di level 6.500, lampaui level sebelum pandemi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Karyawan melintas di dekat layar yang menampilkan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/10). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terus berlanjut pada 2022.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Karyawan melintas di dekat layar yang menampilkan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/10). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terus berlanjut pada 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan terus berlanjut pada 2022. Memasuki Oktober 2021, IHSG berada di level 6.500 dan telah melampui level sebelum pandemi.

Penguatan ini terutama ditopang oleh bertambahnya jumlah investor domestik di pasar modal yang mampu menahan aliran modal asing keluar. Hingga akhir September 2021, jumlah investor di pasar modal mencapai 6,43 juta naik 65,73 persen ytd. 

"Oleh karena itu penguatan peran investor domestik perlu terus didorong agar perkembangan pasar modal ke depan dapat terus terjaga," kata Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK, Edi Broto Suwarno, dalam diskusi virtual Jumat (29/10).

Edi mengatakan, idustri pasar modal domestik secara umum telah pulih dari dampak pandemi Covid-19. Selain penguatan IHSG, kondisi tersebut juga tercermin dari indikator pasar modal lainnya. Berdasarkan kinerja laporan keuangan emiten di kuartal II 2021, sebagian besar tercatat masih membukukan laba di tengah upaya pemulihan dari dampak pandemi. 

Penghimpunan dana oleh korporasi di pasar modal juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hingga kuartal III 2021, penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp 266,82 triliun dan masih akan terus bertambah hingga akhir tahun. 

Pertumbuhan nilai emisi ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia. Selain itu, Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan jumlah emiten yang melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) terbesar di ASEAN tahun ini. 

Kinerja industri reksadana juga masih relatif terjaga. Berdasarkan data OJK, per 30 september 2021 nilai NAB reksadana tercatat naik sebesar 1,70 persen month-to-date menjadi Rp551,76 triliun. 

Pasar modal syariah Indonesia turut mengalami perkembangan. Sampai 22 Oktober 2021, nilai outstanding sukuk korporasi mengalami kenaikan sebesar 16,47 persen ytd. Sedangkan Indeks Saham Syariah Indonesia per 28 oktober 2021 tercatat naik 3,83 persen ytd dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 3.654 triliun.

Sementara itu, pasar surat utang Indonesia terkontraksi akibat peningkatan imbal hasil atau yield surat berharga AS. Rata-rata yield Surat Berharga Negara (SBN) melemah pada 16,8 bps dan investor nonresidence mencatatkan net sell sebesar Rp 23,71 triliun ytd. 

Meski demikian, kinerja obligasi korporasi mengimbangi dengan menunjukkan peningkatan yang positif. Hal tersebut tercermin dari Indonesian Composite Bond Index (ICBI) yang berada pada level 330,15 atau naik sekitar 5,06 persen ytd. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement