Jumat 29 Oct 2021 04:29 WIB

Skandal Pelecehan Seksual, Uni Eropa Tangguhkan Dana WHO

Dana yang ditangguhkan terkait program kemanusiaan di Kongo.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
WHO
Foto: VOA
WHO

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisi Eropa menahan anggaran untuk program-program Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Langkah ini diambil sebagai respons atas skandal pelecehan seksual yang melibatkan pegawai lembaga PBB itu di Republik Demokratik Kongo.

Kantor berita Reuters melaporkan surat yang bertanggal 7 Oktober itu ditandai 'Sensitif'. Dalam surat tersebut Komisi Eropa memberitahu WHO akan menahan anggaran untuk membiayai lima program WHO termasuk operasi-operasi Ebola dan Covid-19.

Baca Juga

Total anggaran yang ditahan sekitar 20,7 juta euro lebih atau sekitar 24,02 juta dolar AS. Dalam pernyataannya Komisi Eropa mengkonfirmasi langkah tersebut.

"(Kami berharap mitra) meningkatkan penjagaan untuk mencegah insiden yang tidak bisa diterima seperti itu serta bertindak tanpa ragu dalam situasi seperti itu," kata Komisi Eropa dalam pernyataan pada Reuters, Kamis (28/10).

"Komisi menahan sementara pembiayaan dan akan menahan diri memberikan anggaran baru yang berkaitan pada aktivitas kemanusiaan yang dilakukan WHO di Republik Demokratik Kongo, langkah ini tidak berdampak pada pendanaan Uni Eropa untuk operasi WHO di negara lain," tambah Komisi Eropa.

Pejabat WHO belum menanggapi permintaan komentar mengenai hal. Langkah Uni Eropa menambah tekanan diplomatik pada WHO dan direktur jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus untuk mengambil langkah pada pelaku pelanggaran yang telah didokumentasikan. Hal ini penting agar kelalaian manajemen dan mencegah insiden serupa tidak terjadi lagi di tempat lain.

Tedros diyakini akan maju lagi untuk menjabat di periode kedua selama lima tahun pada bulan Mei tahun depan. Ia memimpin WHO selama pandemi Covid-19, krisis kesehatan publik terburuk dalam satu abad terakhir.

Namun pendonor-pendonor besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman menuntut lembaga internasional itu direformasi. Terutama dalam kemampuannya mengatasi pandemi selanjutnya dan merespons skandal pelecehan seksual.

Komisi independen menemukan sekitar 83 pekerja sosial, seperempatnya pegawai WHO, terlibat dalam pemaksaan dan pelecehan seksual dalam epidemi Ebola ke-10 di Kongo. Laporan itu menyinggung sembilan pemerkosaan.

Surat dari Uni Eropa dikirimkan ke lembaga Code Blue Campaign. Lembaga pemantau yang bertujuan mengakhiri impunitas personil militer dan sipil PBB yang melakukan pelecehan seksual.  

Surat Komisi Eropa yang ditujukan untuk Tedros menyuarakan 'keprihatinan yang mendalam' atas 'besarnya temuan' laporan pelecehan seksual.

Komisi Eropa menuntut agar korban dilindungi dan diberi kompensasi. Mereka juga meminta agar proses perekrutan WHO di Kongo dilakukan dengan detail termasuk memeriksa latar belakang calon pekerja.

Komisi Eropa juga ingin WHO memastikan agar pelaku yang sempat bekerja di lembaga itu tidak dipekerjakan lagi oleh lembaga PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya. Kemudian adanya peninjauan independen pada 'orang-orang yang bertanggung jawab di WHO atas kelalaian dalam menangani tuduhan dan bukti'.

"Mengingat betapa beratnya situasi yang dilaporkan, dengan ini Komisi menahan semua pembiayaan yang relevan pada aktivitas yang dilaksanakan organisasi anda di Republik Demokratik Kongo," kata Komisi Eropa dalam suratnya.

Komisi Eropa meminta WHO membalas surat mereka dalam 30 hari ke depan dan Brussels akan mengambil waktu selama 30 hari lagi untuk memutuskan apakah kembali menyalurkan pendanaan atau menahan lagi anggaran selama 30 hari berikutnya. Sementara itu tidak ada anggaran baru yang diberikan untuk operasi WHO di Kongo. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement