Kamis 28 Oct 2021 14:18 WIB

Militer Sudan Perintahkan Penangkapan Aktivis

Militer Sudan juga menangkapi sejumlah eks pejabat seperti Menteri Kesehatan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer terjadi pada Senin (25/10). Jenderal tinggi Sudan Abdel Fattah al-Burhan menjelaskan alasan dilakukannya kudeta.
Foto: EPA/Mohammed Abu Obaid
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer terjadi pada Senin (25/10). Jenderal tinggi Sudan Abdel Fattah al-Burhan menjelaskan alasan dilakukannya kudeta.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Sudan dilaporkan menangkapi aktivis sipil dan mantan pejabat beberapa hari usai kudeta yang dilakukan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. Militer menahan Menteri Kesehatan Omar El Najeeb dan Menteri Irigasi Yasser Abbas, Rabu (28/10) waktu setempat.

Seperti dilansir laman Anadolu Agency, Kamis (28/10), sumber dari Asosiasi Profesional Sudan (SPA) mengatakan militer telah meluncurkan kampanye penangkapan luas yang menargetkan aktivis dan mantan pejabat lainnya. Para pemimpin militer telah menangkap sebagian besar pejabat pemerintah dan Perdana Menteri Abdalla Hamdok masih dalam tahanan rumah.

Baca Juga

Pejabat lain termasuk mantan penasihat media perdana menteri, Fayez Seleik, dan anggota SPA terkemuka Ismail Al-Taj termasuk di antara mereka yang ditangkap. Jaringan Jurnalis Sudan (SJN) juga mengatakan bahwa sekitar lima wartawan telah ditangkap sementara yang lain telah dipanggil untuk diselidiki oleh pihak keamanan.

Pada Senin, militer Sudan mengumumkan keadaan darurat dan membubarkan Dewan Kedaulatan transisi dan pemerintah. Beberapa jam pengumuman itu dia dan pasukannya menahan Perdana Menteri Hamdok dan menteri dalam pemerintahan sipilnya.

Setelah kudeta militer yang gagal bulan lalu, ketegangan mendalam meletus antara militer dan pemerintah sipil di Sudan di tengah protes. Sebelum pengambilalihan militer, Sudan dikelola gabungan oleh dewan berdaulat otoritas militer dan sipil.

Keduanya mengawasi periode transisi hingga pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2023 sebagai bagian dari pakta pembagian kekuasaan yang genting antara militer dan koalisi Pasukan untuk Kebebasan dan Perubahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement