Legislator Bandingkan Harga Tes PCR di India Rp 100 ribu

Harga tes polymerase chain reaction (PCR) sebesar Rp 300 ribu dinilainya masih mahal.

Rabu , 27 Oct 2021, 16:40 WIB
Calon penumpang pesawat terbang menjalani tes usap PCR di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Selasa (26/10). Pemerintah berencana menjadikan tes PCR syarat wajib perjalanan untuk pengguna semua moda transportasi guna mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang libur Natal dan tahun baru (Nataru). Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Calon penumpang pesawat terbang menjalani tes usap PCR di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Selasa (26/10). Pemerintah berencana menjadikan tes PCR syarat wajib perjalanan untuk pengguna semua moda transportasi guna mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang libur Natal dan tahun baru (Nataru). Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menilai, harga tes polymerase chain reaction (PCR) sebesar Rp 300 ribu dinilainya masih mahal. Ia membandingkan dengan India, di mana harga tes PCR di sana sekira Rp 100 ribu.

"Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya  bisa lebih murah lagi. India mematok harga dibawah Rp 100 ribu, kenapa kita tidak bisa," ujar Netty lewat keterangan tertulisnya, Rabu (27/10).

Baca Juga

Penerapan tes PCR yang diwajibkan untuk seluruh moda transportasi juga dikritisinya. Karena, hal tersebut membuat tes Covid-19 lainnya, seperti swab antigen yang dinilai lebih murah tak berlaku lagi sebagai syarat perjalanan.

"Artinya semua penumpang transportasi non-udara yang notabenenya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat,” ujar Netty.

Di samping itu, ia juga menyoroti mekanisme tes PCR sebagai metode screening. Sebab, terdapat banyak kasus yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menjalani tes justru tak menjalani karantina hingga hasil tes keluar.

"Seharusnya dalam masa menunggu hasil tes PCR keluar, seorang harus karantina. Banyak kasus justru orang bebas berkeliaran dalam masa tunggu tersebut," ujar Netty.

Ia juga menanyakan relevansi program vaksinasi dengan pengambilan kebijakan mewajibkan tes PCR. Seharusnya tingginya angka vaksinasi jadi dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

"Jika di suatu daerah angka vaksinasi tinggi, kekebalan komunitas mulai terbentuk, tentu kebijakannya bukan lagi mewajibkan PCR yang berbiaya tinggi," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu. Selain itu, tes PCR ini juga diminta agar dapat berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku, menerima berbagai kritikan dan masukan dari masyarakat terkait kebijakan penggunaan tes PCR untuk transportasi udara. Ia menjelaskan, kewajiban penggunaan PCR ini diberlakukan untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.

“Mengenai hal ini, arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat,” ujar Luhut.

Baca juga : Ridwan Kamil Dampingi Jokowi Kunjungan ke Beberapa Negara