Selasa 26 Oct 2021 21:00 WIB

Pendaur Ulang Filipina Ubah Sampah Jadi Bahan Bangunan

Sekelompok pendaur ulang di Filipina berusaha meredakan krisis sampah plastik

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Seseorang berjalan melewati sampah dan puing-puing di jalan di komunitas tepi sungai yang terkena dampak banjir di Kota Marikina, Metro Manila, Filipina 18 November 2020. Sekelompok pendaur ulang di Filipina berusaha meredakan krisis sampah plastik di negara itu.
Foto: EPA-EFE/ROLEX DELA PENA
Seseorang berjalan melewati sampah dan puing-puing di jalan di komunitas tepi sungai yang terkena dampak banjir di Kota Marikina, Metro Manila, Filipina 18 November 2020. Sekelompok pendaur ulang di Filipina berusaha meredakan krisis sampah plastik di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sekelompok pendaur ulang di Filipina berusaha meredakan krisis sampah plastik yang memburuk di negara itu. Mereka mengubah botol, bungkus plastik sekali pakai, dan pembungkus makanan ringan yang menyumbat sungai dan merusak pantai menjadi bahan bangunan.

Flamingo Plastik atau lebih dikenal sebagai "The Plaf" mengumpulkan sampah, mencabik-cabiknya, dan kemudian membentuknya menjadi tiang dan papan yang disebut "eco-lumber". Hasil olahan itu dapat digunakan untuk pagar, hiasan, atau bahkan untuk bantuan tempat penampungan bencana.

Baca Juga

"(Ini) adalah 100 persen bahan daur ulang, 100 persen terbuat dari bahan limbah plastik. Kami juga menyertakan beberapa aditif dan pewarna dan bebas dari pembusukan, bebas perawatan, dan bebas serpihan," kata kepala operasi The Plaf, Erica Reyes.

Setelah mengumpulkan lebih dari 100 ton sampah plastik hingga saat ini, perusahaan sosial ini melakukan bagiannya untuk mengatasi masalah lokal yang memiliki konsekuensi global. Menurut laporan tahun 2021 oleh Our World in Data dari Oxford University, sekitar 80 persen plastik lautan global berasal dari sungai-sungai Asia dan Filipina saja menyumbang sepertiga dari total itu.

Filipina tidak memiliki strategi yang jelas untuk mengatasi masalah plastiknya dan departemen lingkungannya mengatakan telah melakukan kontak dengan produsen untuk mengidentifikasi cara mengelola limbah. Namun, Covid-19 telah membuat pertempuran melawan sampah plastik lebih sulit untuk dimenangkan.

Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 300 juta ton sampah plastik diproduksi setiap tahun. Masalah ini telah diperburuk oleh pandemi yang memicu serbuan untuk masker, sarung tangan, wadah makanan yang bisa dibawa pulang, dan bubble wrap saat belanja daring melonjak.

"Orang-orang tidak mengetahui cara membuang plastik ini," kata bagian pemasaran The Plaf, Allison Tan.

"Kami memberikan jalan itu. Alih-alih meletakkannya di tempat pembuangan sampah atau lautan, Anda memberikannya ke pusat daur ulang seperti kami dan kami akan mendaur ulangnya menjadi produk yang lebih baik," ujar Allison.

Selain menangani masalah sampah, kelompok tersebut sedang dalam pembicaraan dengan organisasi non-pemerintah lainnya untuk membantu membangun kembali rumah-rumah yang hancur akibat topan. Pembangunan ini akan menggunakan bahan bangunan berkelanjutan dari The Plaf.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement