Selasa 26 Oct 2021 10:14 WIB

Kompolnas Nilai Kapolsek Parigi Sudah Terima Tindakan Tegas

Kompolnas sarankan Polri dahulukan putusan etik daripada proses pemidanaan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus raharjo
Ilustrasi pemerkosaan
Foto: www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH bekas kapolsek Parigi, di Sulawesi Tengah (Sulteng), Iptu I Dewa Gede Nurate, sebagai anggota Polisi Republik Indonesia (Polri). Pemecatan tersebut buntut dari pelanggaran hukum dan etik, atas dugaan perkosaan terhadap perempuan 20 tahun.

"Rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Kapolsek Parigi oleh Polda Sulawesi Tengah patut diacungi jempol atau jempol like," tegas anggota Kompolnas, Yusuf Warsyim dalam keterangannya, Selasa (26/10)

Menurut Yusuf, kasus dugaan tindak pidana pemerkosaan oleh IPTU IDGN, secara progresif telah ditindak tegas. Terlebih melalui penetakan kode etik dalam Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Bahkan Polda Sulteng secara tegas telah mendahulukan penanganan etik tanpa menunggu proses pemidanaan yang selesai melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.

Lanjut Yusuf, sebenarnya dalam Pasal 22 Perkap No.14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri telah diatur bahwa rekomendasi PTDH sebagai sanksi etik terhadap kasus pidana dengan ancaman empat tahun. Atau lebih diberikan kepada pelanggar setelah proses pemidanaannya selesai terbukti bersalah oleh putusan pengadian yang inkrah.

"Penindakan etik dengan sanksi pemecatan dilakukan melalui Sidang KKEPP setelah proses pemidaan terhadap pelanggar telah selesai yang terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah," ungkapnya.

Menurut Yusuf, langkah responsif dan progresif Polda Sulteng patut terus diterapkan oleh Polri dalam menegakan Kode Etik Profesi terhadap pelanggaran pidana, dengan mendahulukan putusan etik daripada menunggu proses pemidanaan selesai. Dalam beberapa kasus, lebih sering pemidanaanya didahulukan terlebih dahulu daripada penegakan kode etik.

Dalam hal tersebut, Yusuf memberikan saran kepada Polri. Setidaknya ada tiga dasar atau pertimbangan etik untuk penindakan secara sanksi PTDH dilakukan terlebih dahulu. Pertama, pelanggaran menjadi perhatian publik. Kedua, berdampak luas kepada institusi dan ketiga pelanggaran dilakukan oleh pimpinan.

"Meskipun untuk anggota yang bukan pimpinan tetap dapat didasarkan kepada yang pertama dan kedua. Hal ini sangat penting sebagai wujud komitmen Polri dalam menerapkan etika sebagai pembinaan profesi melalui Kode Etik Profesi Polri," tutup Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement