Selasa 26 Oct 2021 09:03 WIB

Hukum Mengangkat Anak Kembar Sebagai Anak Asuh (2)

Mengasuh anak kembar tergantung kepada pertimbangan kemaslahatan anak.

Hukum Mengangkat Anak Kembar sebagai Anak Asuh (2)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Hukum Mengangkat Anak Kembar sebagai Anak Asuh (2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi anak-anak yang kurang mendapatkan pengasuhan dari keluarganya tersebut, menjadi kewajiban umat Islam untuk memberikan pengasuhan [Q.S. al-Baqarah (2): 220]. Pengasuhan oleh selain keluarga inti juga ditegaskan dalam Hukum formal di Indonesia:

  1. Undang-Undang Kesejahteraan Anak Pasal 4 dijelaskan pula bahwa pengasuhan alternatif dilakukan jika orang tua tidak lagi mampu melakukan pengasuhan. Adapun bunyi pasalnya: 1) Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan; (2) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (2). Pasal 5 (1) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
  2. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 7 ayat 2 menyebutkan bahwa “Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Selanjutnya Pasal 14, “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.”

Bagi orang tua yang tidak mampu sebagaimana faktor-faktor di atas (poin 1, 2, 3 atau 4), pola asuh dapat dilakukan dengan pengasuhan alternatif sebagai berikut:

Baca Juga

  1. Kinship care yaitu pengasuhan oleh keluarga besar yang masih memiliki hubungan darah. Rasulullah dahulu diasuh oleh pamannya, Abū Ṭālib.
  2. Foster care yaitu pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga di luar kerabat. Rasulullah dahulu dititipkan kepada Halimatus Sa’diyah untuk mendapatkan pengasuhan dan persusuan walaupun Halimah bukan kerabat dekat.
  3. Perwalian sebagaimana disebutkan dalam UU Perlindungan Anak Pasal 33 yaitu jika orangtua tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai Wali dari Anak yang bersangkutan. Penetapan wali ditetapkan melalui pengadilan. Wali yang dimaksud dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan seagama dengan anak.
  4. Pengangkatan anak. Pengangkatan anak menggunakan prinsip orang tua angkat seagama serta tidak memutus nasab dengan orang tua kandung. Aturan terkait pengangkatan anak terdapat dalam UU Perlindungan Anak Pasal 39 s.d. pasal 41, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Permensos Nomor 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, dan Perdirjen Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Prosedur Pengangkatan Anak. Baik kinship care, foster care, perwalian, dan pengangkatan anak merupakan upaya pengasuhan alternatif sebagai upaya continuum care atau menjaga keberlangsungan pengasuhan dan tetap berbasis keluarga. Pengasuhan alternatif berbasis keluarga akan lebih baik bagi tumbuh kembang anak karena orang tua pengganti lebih fokus pada anak asuh.
  5. Pengasuhan alternatif yang menjadi pilihan terakhir adalah anak ditempatkan di dalam lembaga dalam hal ini Panti Asuhan (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak / LKSA).

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement