Senin 25 Oct 2021 22:09 WIB

Rentetan Hasil Perenungan Rasulullah SAW di Gua Hira

Rasulullah SAW melakukan perenungan di Gua Hira Makkah

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Rasulullah SAW melakukan perenungan di Gua Hira Makkah. Gua Hira di Jabal Nur, Makkah.
Foto: Republika/ Amin Madani
Rasulullah SAW melakukan perenungan di Gua Hira Makkah. Gua Hira di Jabal Nur, Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tidak ada perbedaan pendapat tentang tempat tafakur (tahannus) di Gua Hira menjadi tempat merenung (tafakur) nya Nabi Muhammad ﷺ.

Yang menjadi perbedaan pendapat adalah syariat apa yang Nabi Muhammad ﷺ amalkan sebelum menjadi penyebar risalah (Islam). 

Baca Juga

"Dalam melakukan ibadat selama dalam tahannus itu adakah Muhammad menganut sesuatu syariat tertentu?" tulis Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad. 

Husen mengatakan, tentang perkara ini ulama-ulama berlainan pendapat. Dalam Tarikh-nya Ibn Katsir menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai syariat yang digunakannya melakukan ibadat itu. 

"Ada yang mengatakan menurut syariat Nuh, ada yang mengatakan menurut Ibrahim, yang lain berkata menurut syariat Musa, ada yang mengatakan menurut Isa dan ada pula yang mengatakan, yang lebih dapat dipastikan, bahwa Rasulullah menganut sesuatu syariat dan diamalkannya," katanya. 

Barangkali pendapat yang terakhir ini lebih tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar renungan dan pemikiran yang menjadi  dambaan Muhammad ﷺ. 

Tahun telah berganti tahun dan kini telah tiba pula Ramadhan. Beliau pergi ke Hira’, kembali bermenung, sedikit demi sediki bertambah matang, jiwanya pun semakin penuh. 

Sesudah beberapa tahun jiwa yang terbawa oleh kebenaran tertinggi itu dalam tidurnya bertemu dengan mimpi hakiki yang memancarkan cahaya kebenaran yang selama ini dicarinya.  

"Bersamaan dengan itu pula dilihatnya hidup yang sia-sia, hidup tipu-daya dengan segala macam kemewahan yang tiada berguna," katanya.  

Ketika itulah Rasulullah percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari jalan yang benar, dan hidup kerohanian mereka telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya yang tidak kurang pula sesatnya.

Semua yang sudah pernah disebutkan kaum Yahudi dan kaum Nasrani tak dapat menolong mereka dari kesesatan itu. "Apa yang disebutkan mereka itu masing masing memang benar," katanya. 

Akan tapi masih mengandung bermacam-macam takhayul dan pelbagai macam cara paganisma, yang tidak mungkin sejalan dengan kebenaran sejati, kebenaran mutlak yang sederhana, tidak mengenal segala macam spekulasi perdebatan kosong, yang menjadi pusat perhatian kedua golongan Ahli Kitab itu. "Dan Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia," katanya.

Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maharahman dan Maharahim. Kebenaran itu ialah bahwa manusia dinilai berdasarkan perbuatannya.  

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ “Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atompun akan dilihatNya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atompun akan dilihatNya pula.” (QS Al Zalzalah 7-8) 

Dan bahwa surga itu benar adanya dan nerakapun benar adanya.  Mereka yang menyembah tuhan selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement