Senin 25 Oct 2021 16:40 WIB

Studi Terbaru Pelajari Evolusi Otak Manusia yang Mengecil

Otak merupakan organ paling rumit dan kompleks dalam tubuh manusia.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Kesehatan otak (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kesehatan otak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru menunjukkan evolusi pada otak manusia. Otak merupakan organ paling rumit dan kompleks dalam tubuh manusia.

Otak manusia diketahui berkurang atau menyusut ukurannya sekitar 3.000 tahun yang lalu. Ilmuwan menggunakan semut sebagai model untuk mengilustrasikan mengapa otak dapat bertambah atau berkurang ukurannya. Para peneliti berhipotesis bahwa penyusutan otak sebanding dengan perluasan kecerdasan kolektif pada manusia.

Baca Juga

Dilansir Phys, mempelajari dan memahami penyebab, serta konsekuensi evolusi otak membantu memahami sifat kemanusiaan. Telah didokumentasikan dengan baik bahwa ukuran otak manusia telah meningkat selama sejarah evolusi manusia. 

Meski demikian, apa yang belum dipahami dengan baik bahwa adalah kenyataan bahwa otak manusia telah berkurang ukurannya sejak era Pleistosen. Kapan tepatnya perubahan ini terjadi, atau mengapa, sejauh ini tidak diketahui dengan pasti.

“Fakta mengejutkan tentang manusia saat ini adalah bahwa otak manusia lebih kecil dibandingkan dengan otak nenek moyang Pleistosen. Mengapa otak mengecil telah menjadi misteri besar bagi para antropolog,” ujar rekan penulis studi, Jeremy DeSilva, dari Dartmouth College di New Hampshire, Amerika Serikat (AS). 

Untuk menguraikan misteri tersebut, tim peneliti dari berbagai bidang akademik mempelajari pola sejarah evolusi otak manusia, membandingkan temuan dengan apa yang diketahui dalam semut. Seorang antropolog biologi dan seorang ahli ekologi perilaku dan ahli saraf evolusioner mulai berbagi pemikiran mereka tentang evolusi otak.

“Dari sana, ditemukan penelitian yang menjembatani pada manusia dan semut, di mana dapat membantu mengidentifikasi apa yang mungkin terjadi di alam,” jelas rekan penulis studi lainnya James Traniello dari Universitas Boston.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement