Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ana naimatulj

PENGELOLAAN DANA HAJI UNTUK KEMASHLAHATAN EKONOMI SYARIAH DAN UMAT

Lomba | Thursday, 14 Oct 2021, 12:08 WIB

Kontribusi Keuangan SyariahLembaga Keuangan Syariah (LKS) berarti badan yang bergerak di bidang keuangan yang dilandaskan pada ajaran Islam yang bersumber pada al Qur’an dan Hadits. Lembaga Keuangan syariah sebagian besar pembiayaannya diperuntukkan kepada sektor usaha, dan punya kemampuan untuk menjangkau usaha mikro. Pembiayaan Lembaga Keuangan Syarah, baik dalam wujud Bank, Koperasi Simpan Pinjam maupun BMT mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Berdasarkan data dari Jasa Otoritas Keuangan sebagian besar dari pembiayaan tersebut disalurkan kepada UMKM. Pembiayaan UMKM sangat penting dalam perekonomian nasional, karena bergerak di sektor riil. Karakteristik UMKM adalah sebagai usaha menengah ke bawah, pada umumnya dikelola dengan etika kejujuran masih dipegang kuat, serta relatif lebih kuat ketika dihadapkan pada krisis. Inilah yang jadi potensi UMKM yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan publik, baik itu oleh Pemerintah maupun Lembaga Keuangan (perbankan).

Pembangunan ekonomi syariah di Indonesia merupakan upaya pemerintah dalam mendongkrak perekonomian nasional, khususnya melalui aktivitas ekonomi yang bernilai tambah dan berkelanjutan. Perlu dipahami bahwa prinsip ekonomi syariah berasal dari keyakinan serta nilai-nilai yang diadopsi muslim sebagai gaya hidup. Penerapannya pun terus berkembang dalam praktik-praktik ekonomi, transaksi keuangan, perilaku konsumsi, dan praktik bisnis secara meluas.

Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Industri Produk Halal KNEKS, Afdhal Aliasar, menjelaskan dalam Webinar ii-Motion pada Jumat (4/6) di Jakarta, “Nilai keadilan dan kebajikan secara tegas diimplementasikan dalam transaksi ekonomi dan keuangan syariah. Salah satunya adalah menjaga harta, yaitu harta yang dititipkan harus bisa memberikan kemaslahatan pribadi dan masyarakat. Inilah konsep dan praktik ekonomi yang perlu digaungkan di seluruh dunia,” ujar Afdhal.

Afdhal mengungkapkan bahwa keuangan syariah dan industri halal harus saling berkesinambungan. Kehadiran produk keuangan diperlukan untuk memperkuat ekosistem industri halal. Pengembangan mata rantai industri halal Indonesia harus sampai ke pasar global, serta di dalam perjalanannya pun harus melibatkan seluruh pelaku ekonomi secara keseluruhan atau end-to-end, khususnya sektor keuangan syariah.

"Fokus pengembangan industri halal di Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh, yaitu mulai dari setiap individu di Indonesia. Kita ingin meningkatkan derajat dari para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan korporasi. Oleh karena itu, industri halal memberikan peran penting dalam ekosistem ini, yaitu dari aspek SDM, riset berkelanjutan, branding,

dan teknologi, sehingga dengan membangun industri halal dan ekonomi syariah bisa memberikan competitive advantage bagi nilai perdagangan di pasar lokal dan global.” Pungkas Afdhal

Menurut Umer Chapra (1997) sistem ekonomi syariah mengutamakan keadilan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual. Ini adalah definisi sistem ekonomi syariah yang universal dan konsisten dengan arah pembangunan nasional, dasar negara Pancasila, serta strategi pembangunan berkelanjutan yang telah diadopsi, seperti tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development goals/ SDGS).

Kabar baik juga datang dari sektor perbankan syariah di Indonesia, yaitu di tengah-tengah memburuknya pertumbuhan perekonomian dan perbankan nasional akibat pandemi yang mencapai kontraksi negatif 5%, perbankan syariah mengalami pertumbuhan posistif dari sisi aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga, yakni mencapai 13.11%, 8.08%, dan 11.88%.

“Dengan adanya penggabungan atau merger antara BSM, BNI Syariah, dan BRI Syariah hingga terbentuknya Bank Syariah Indonesia, saat ini Indonesia memiliki perbankan syariah nasional yang besar dan kompetitif. Permodalan kami menjadi lebih besar, sehingga dukungan kami kepada Industri Kecil Menengan (IKM) pun bertambah. Begitu pula dari sisi infrastruktur kami yang lebih besar dan akses kepada nasabah semakin luas, serta pembiayaan yang lebih murah dengan adanya biaya dana (cost of fund) yang semakin rendah, menjadikan BSI semakin kompetitif yang saat ini telah menempati peringkat 7 dalam kategori bank nasional,” kata Koko. Tentunya di era saat ini, berbicara inovasi tidak akan terpisahkan dari pemanfaatan teknologi di dalam proses pembuatannya

Perbankan syariah di Indonesia pertama kali hadir pada tahun 1992 yang ditandai dengan keberdaan Bank Muamalat Indonesia. Namun setelah terjadinya krisis pada tahun 1998, perbankan syariah mengalami peningkatan jumlah yang pesat yang ditandai dengan adanya laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sampai tahun 2019. Peningkatan ini sejalan meningkatkan kepercayaan publik bahwa perbankan dan keuangan syariah menjadi alternatif terbaik dalam mengatasi krisis keuangan. Selain itu, pertumbuhan perbankan syariah menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan aset mencapai titik tertinggi pada tahun 2017 yaitu sebesar 23.5%. Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa perbankan syariah secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (Imam & Kpodar, 2016; Mensi dkk., 2020).

Ekosistem Haji

Skema investasi untuk membangun fasilitas akomodasi bagi jamaah haji dan umrah ini menurut Hurriyah telah sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Investasi ini sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem haji dan umrah. Ada sejumlah multiplier effect yang akan timbul dari model investasi ini. Pertama, pembangunan dan pengoperasian fasilitas akomodasi dengan konsep mixed use tersebut akan menyerap banyak tenaga kerja Indonesia. Hal ini juga bisa memberikan kemudahan pelayanan bagi jamaah. Kedua, terkait dengan harga. Dengan investasi pada fasilitas dan akomodasinya, pengelolaan harga bisa dilakukan sehingga tidak selalu bergantung pada kontrol harga oleh pasar.

Ketiga, mendatangkan devisa. Hurriyah memberikan contoh, dengan adanya pembangunan fasilitas akomodasi seperti hotel, apartemen, hingga pusat perbelanjaan, maka pasar untuk barang-barang dan makanan Indonesia akan semakin terbuka. Alhasil, ada laju ekspor barang seperti bahan baku dan bumbu masakan yang didatangkan dari Indonesia.

Barang-barang yang dibeli dan dibawa pulang jemaah juga itu kan tidak semuanya made in Saudi. Jadi nanti difasilitasi barang-barang dan pembayaran Indonesia. Dan walaupun barangnya made in sana, ketika pemilik toko orang Indonesia, kan manfaat ekonominya kembali ke kita

Dengan begitu, model investasi yang dilakukan pada pembangunan fasilitas dan akomodasi ini bisa memutar dana dan devisa agar tidak hangus dengan percuma. Jamaah pun bisa mendapatkan nilai manfaat secara ekonomis dan juga dalam bentuk peningkatan kualitas layanan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image