Ahad 24 Oct 2021 12:42 WIB

The Art of Politics: Alamsyah vs Daoed Jusuf

Kisah Islamofobia masa awal Orde Baru

KH As
Foto: Istimewa
KH As

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Kalau Rhoma Irama terlibat politik, dia memang punya perhatian dan kecintaan pada politik. Violist bekend Idris Sardi di masa akhir hidupnya pun suka juga menghadiri diskusi politik.

Politik dan seni sebenarnya harus bertemu. Retorika para presiden Amerika semua menarik. Di  Indonesia terutama di era reformasi seni sudah hilang dari politik.

Tapi bagaimana Be di era Orde Baru" Bagaimana kisahnya ketika Mentri Agama Alamsyah tampar Mendikbud Daoed Joesoef dalam rapat yang dipimpin Menko Surono? 

Sepertinya tidak ditampar, kalau tampar ke muka, kalau jitak ke embun-embunan kepala, ini tangan Mendikbud yang digeprak karena interupsi lagi  Alamsyah bicara. Lebih jernih kita merujuk pada biografi Alamsyah Ratuperwiranegara yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan tahun 1995.

Dubes Saudi saat itu mengajukan niat mau mendirikan sekolah bahasa Arab. Kelak bekend sebagai LIPIA.

Dalam percakapan telepon, Mendikbud merespons: Buat apa kursus bahasa Arab, umat Islam Indonesia itu sudah fanatik, bagaimana kalau dikursus Arab?

Daoed Joesoef pada 1971 ikut mendirikan CSIS. Menag kala itu perlu konsultasi ke Mendikbud karena izin kursus dan semacamnya merekalah yang keluarkan.

Di setiap forum Daoed menolak kursus Arab, padahal kedubes-kedubes Prancis, Belanda, Spanyol bikin kursus di sini. Dia heran dan bertanya, "kok kedubes Saudi Arabia tak boleh bikin kursus bahasa Arab?" 

Menteri luar saat itu yang dijabat Muchtar Kusuma Atmaja punya gagasan bahwa karena kursus ini tetkait kegiatan kedubes, izin bisa dikeluarkan Deplu.

Ide Menlu dibahas rapat terbatas yang dipimpin Menko Surono. Menag Alamsyah bicara lebih dulu. Dia di situ secara terbuka berkata: Rusia dan China yang komunis boleh buka kursus, kenapa Saudi tak boleh?

Alamsyah belum selesai Daoed terus-terusan berusaha Interupsi. Kesal dengan sikap itu, Alamsyah geprak dia. Kacamata Daoed terlempar.

Pelanggaran etika rapat dilakukan Daoed. Seharusnya ini peristiwa dapat dicegah seandainya pimpinan tegur Daoed sebelum Alamsyah bertindak.

Dan, di tahun-tahun terakhir kehidupannya saya acap ketemu Daoed di pelbagai kesempatan. Bahkan ketika dalam suatu acara dimana saya tak tau kalau ada Daoed, saya bernyanyi keroncong Rindu Malam dalam kesempatan itu.

Usai nyanyi eh Daoed hampiri saya memberi apresiasi. Lalu ia mengajak berphoto bertiga isterinya. Lalu kemudian dari pada itu saya mendengar Daoed Jusuf meninggal.

Penyesalan memang menyiksa diri! 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement