Kamis 21 Oct 2021 19:22 WIB

Terlalu Lama PJJ, Tiga Hal ini Dikhawatirkan Kendikbudristek

Kemendikbudristek tetap berupaya menekan loss learning

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Relawan pengajar memberikan bimbingan belajar saat kegiatan Sekolah Sabtu Minggu (Samin) Odesa di Kampung Arcamanik, Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Ahad (4/4). Yayasan Odesa Indonesia bersama relawan pengajar dari berbagai perguruan tinggi dan komunitas menggelar kegiatan sekolah samin yang bertujuan untuk memberikan semangat, motivasi serta bimbingan belajar kepada anak-anak di pedesaan yang kesulitan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena keterbatasan gawai dan sinyal di masa pandemi Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Relawan pengajar memberikan bimbingan belajar saat kegiatan Sekolah Sabtu Minggu (Samin) Odesa di Kampung Arcamanik, Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Ahad (4/4). Yayasan Odesa Indonesia bersama relawan pengajar dari berbagai perguruan tinggi dan komunitas menggelar kegiatan sekolah samin yang bertujuan untuk memberikan semangat, motivasi serta bimbingan belajar kepada anak-anak di pedesaan yang kesulitan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena keterbatasan gawai dan sinyal di masa pandemi Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) telah melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas sejak beberapa waktu lalu. Kemendikbudristekdikti memiliki tiga kekhawatiran jika pembelajaran jarak jauh (PJK) dilakukan dalam jangka waktu lama.

Direktur SMP, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dikdasmen Kemendikbudristek Mulyatsyah mengatakan, ada beberapa faktor yang mungkin akan terjadi jika pembelajaran jarak jauh dilakukan berkepanjangan selama pandemi Covid-19. "Pertama, angka putus sekolah bisa terjadi, dimana di masa pandemi ini dengan adanya penutupan sekolah, anak-anak ada yang dipaksa orang tua membantu ekonomi orang tua dengan bekerja. Dikhawatirkan pekerjaan yang semestinya belum dimulai anak-anak, tetapi karena dampak ekonomi keluarga membuat mereka harus membantu dan dikhawatirkan terjadi putus sekolah," ujarnya saat mengisi konferensi virtual bertema Sekolah Tatap Muka dan Program Vaksinasi, Kamis (21/10).

Ia menambahkan, sebagian orang tua memiliki persepsi bahwa mereka tidak melihat keterlibatan sekolah dalam proses belajar mengajar selama pandemi ini. Selain itu, dia melanjutkan, sekolah dilakukan lewat dalam jaringan membuat orang tua menganggap untuk apa pergi ke sekolah. Kekhawatiran kedua, dia melanjutkan, terjadi penurunan pencapaian pembelajaran.

Pihaknya cemas ada kesenjangan antara substansi materi dengan kompetensi yang dimiliki anak-anak dalam waktu 1,5 tahun ini. Kemendikbudristekdikti khawatir kehilangan kesempatan belajar atau loss learning terjadi pada siswa. Kekhawatiran terakhir, dia melanjutkan, ada kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak di level tertentu. Sebab, ketika anak belajar di rumah bisa membuat keluarga dan orang tuanya stres sehingga bisa mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.  "Tiga hal pokok (kekhawatiran) ini yang perlu dihindari selama pandemi Covid-19," katanya.

Mengenai pembelajaran jarak jauh yang masih dilakukan selama pandemi Covid-19 ini,  ia mengaku Kemendikbudristek tetap berupaya menekan loss learning. "Oleh sebab itu, kami memberikan imbauan dan mengajak seluruh pemda selaku pemangku kepentingan bidang pendidikan baik level PAUD sampai level pendidikan menengah di daerah yang berstatus level 1, 2, dan 3 diharapkan segera memulai pembelajaran tatap muka. Kami takut kehilangan kesempatan belajar berkepanjangan dengan keterbatasan infrastruktur selama pembelajaran jarak jauh," katanya.

Meski kesehatan dan keselamatan penting dan jadi keutamaan, ia mengklaim kehilangan kesempatan belajar juga jadi pertimbangan Kemendikbudiristek. Oleh karena itu, Kemendikbudristek mengaku telah menurunkan standar prosedur yang harus dilakukan. Ini termasuk bagaimana membuka PTM dengan protokol kesehatan (prokes). "Kemudian menerbitkan modul pembelajaran, hingga Kemendikbudristek juga memberikan kurikulum khusus yang diadopsi selama pandemi Covid-19," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement