Kamis 21 Oct 2021 19:09 WIB

Sembilan RW Jadi Pilot Project Program Plastik Sulit

Program ini pertama kali dilakukan di Kota Cirebon dan diharapkan diikuti daerah lain

Rep: lilis sri handayani/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja mengumpulkan limbah sampah gelas plastik untuk dicacah di Rumah Pengolahan Sampah Citra (RPSC), Desa Jogjogan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/3/2021). Limbah sampah gelas plastik yang dikumpulkan dari warga, bank sampah dan pengepul tersebut mampu diolah dan dicacah sebanyak 500 hingga 700 kilogram per hari untuk memenuhi tingginya permintaan pabrik pembuat produk jadi dari bahan plastik di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi dengan harga jual Rp16.500 per kilogram.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Pekerja mengumpulkan limbah sampah gelas plastik untuk dicacah di Rumah Pengolahan Sampah Citra (RPSC), Desa Jogjogan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/3/2021). Limbah sampah gelas plastik yang dikumpulkan dari warga, bank sampah dan pengepul tersebut mampu diolah dan dicacah sebanyak 500 hingga 700 kilogram per hari untuk memenuhi tingginya permintaan pabrik pembuat produk jadi dari bahan plastik di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi dengan harga jual Rp16.500 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON--Sebanyak sembilan rukun warga (RW) di Kota Cirebon menjadi titik pelaksanaan program plastik sulit. Pelaksanaan program itu mendapat dukungan dari Asian Development Bank (ADB) dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Adapun sembilan RW itu masing-masing tiga RW di Kesunean, tiga RW di Panjunan dan tiga RW di Cangkol. ‘’Kalau ada tambahan lagi, nanti kita usulkan,’’ kata Wakil Wali Kota Cirebon, Eti Herawati, usai menerima kunjungan kerja Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development ADB, di ruang kerjanya yang dilanjutkan dengan peninjauan ke RW 09 Kesunean, Kamis (21/10). 

Eti mengaku bangga karena program itu pertama kali dilakukan di Kota Cirebon. Dia berharap program tersebut dapat menjadi pilot project untuk daerah lainnya. Plastik merupakan polimer sintetis yang bersifat sulit terurai di alam. Untuk dapat terurai secara sempurna, dibutuhkan waktu hingga ratusan tahun.

Bila dibandingkan antara penggunaan plastik yang terus meningkat terhadap waktu yang dibutuhkan untuk terurai, maka akan menimbulkan penumpukan limbah plastik pada lingkungan. Untuk itu, dibutuhkan penanganan sehingga sampah plastik dapat didaur ulang sehingga dapat bernilai ekonomi.Vice President of Knowledge Management and Sustainable Development ADB, Bambang Susantono, menjelaskan, ADB membantu dan bekerja sama untuk menangani sampah yang terintegrasi.‘’Masyarakat sendiri yang akan jadi motor penggerak dari program ini,’’ tutur Bambang.

Saat ini,  mereka tengah melakukan survei pendahuluan sebelum masuk tahap implementasi atau pelaksanaannya. Program tersebut, lanjutnya, bisa saja dilakukan multistakeholder atau melibatkan berbagai elemen untuk terlibat di dalamnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement