Kamis 21 Oct 2021 14:15 WIB

ORI DIY Sebut Ada Maladministrasi Perumusan Pergub 1/2021

Pemda DIY tidak melibatkan masyarakat sebagai pihak yang terdampak akan kebijakan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
ORI DIY Sebut Ada Maladministrasi Perumusan Pergub No 1 2021 (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
ORI DIY Sebut Ada Maladministrasi Perumusan Pergub No 1 2021 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kantor Perwakilan Ombudsman RI (ORI) DIY menyebut telah terjadi maladministrasi dalam perumusan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Pergub ini melarang adanya unjuk rasa di beberapa tempat, salah satunya di kawasan Malioboro.

Kepala Kantor Perwakilan ORI DIY, Budhi Masthuri mengatakan, ada tindakan tidak patut yang dilakukan Pemda DIY dalam menyusun pergub tersebut. Dalam proses perumusannya, Pemda DIY tidak melibatkan masyarakat sebagai pihak yang terdampak akan kebijakan yang sudah dikeluarkan.

"Sehingga patutnya itu diberikan kesempatan pertama bagi masyarakat untuk memberikan masukan, ini yang tidak dilakukan (Pemda DIY). maka kami berkesimpulan bahwa telah terjadi maladministrasi dalam bentuk tindakan tidak patut dalam proses (penyusunan pergub) itu," kata Budhi di Kantor Perwakilan ORI DIY, Sleman, Kamis (21/10).

Budhi menyebut, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 120, disebutkan bahwa masyarakat berhak menyampaikan masukan dalam perumusan peraturan daerah. Namun, pada praktiknya, Pemda DIY mengesampingkan partisipasi masyarakat dalam perumusan Pergub DIY Nomor 2 Tahun 2021.

Padahal, masyarakat memiliki hak untuk dilibatkan dan penyampaian pendapat dilindungi oleh undang-undang. Sehingga, proses ini yang dinilai luput dari Pemda DIY dalam hal ini Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY yang menyusun pergub itu.

"Dalam perumusan peraturan daerah, di Pergub (DIY Nomor 6 Tahun 2016) kami tidak menemukan satu tahapan yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Sehingga, itu lah alasan biro hukum kemudian tidak merasa berkewajiban secara prosedural untuk melibatkan publik," ujar Budhi.

Seperti diketahui, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X ke ORI DIY menyusul diterbitkannya Pergub Nomor 1 Tahun 2021. ARDY mendesak Sultan untuk mencabut dan membatalkan segera pergub itu.

Selain itu, ARDY meminta menghentikan segala upaya pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi. ADRY sendiri beranggotakan 78 lembaga non-pemerintah dan individu pro-demokrasi.

Pelaporan sebelumnya juga dilayangkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). ARDY menilai, pergub tersebut berpotensi melanggar HAM yakni melanggar hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Ada lima kawasan yang dilarang sebagai tempat mengemukakan pendapat diatur dalam pergub itu. Mulai dari Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede dan Malioboro.

Pergub itu sendiri mengacu pada Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata. Namun, Ardy menyebut, Keputusan Menteri Pariwisata ini dijadikan kedok oleh Pemda DIY untuk membatasi masyarakat dalam mengemukakan pendapat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement