Kamis 21 Oct 2021 13:37 WIB

Polemik Rencana Nama Jalan Ataturk Hingga Tokoh Betawi

Jika tokoh Turki dijadikan nama jalan disarankan punya kontribusi historis di Jakarta

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Patung Mustafa Kemal Ataturk di Taksim Square, Istanbul, Turki.
Foto: Reuters
Patung Mustafa Kemal Ataturk di Taksim Square, Istanbul, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polemik rencana penamaan jalan Mustafa Kemal Ataturk (MKA) di Jakarta masih terus berlanjut. Selain ada usulan tokoh Turki lain, seperti Al-Fatih, beberapa orang juga mengusulkan nama tokoh Betawi.

Usulan nama tokoh Betawi disambut baik oleh Budayawan Betawi Syaiful Amri. Sebagai orang asli Betawi, dia sangat senang apabila tokoh Betawi bisa menjadi nama jalan.

“Di Jakarta, ada toponimi, yaitu nama-nama jalan yang mempunyai nilai historis. Rata-rata kawasan di Jakarta mempunyai itu. Jangan salah pilih juga jika ingin memakai tokoh Betawi, harus ada nilai historis,” kata Syaiful kepada Republika.co.id, Kamis (21/10).

Meski begitu, Syaiful tidak menutup diri apabila nama tersebut diberi nama tokoh Turki. Menurut dia, akan lebih baik jika nama tokoh Turki yang diberikan adalah yang berkontribusi secara historis di Jakarta.

“Orang Betawi multi bangsa, artinya Turki andil masuk di Indonesia. Cari tokoh Turki yang mempunyai kontribusi di Jakarta. Yang jelas, jangan asal memberi nama karena dibalik pemberian nama ada doa. Walaupun nama jalan, bisa untuk menjadi aman dan terjaga,” ujar dia.

Usulan penamaan jalan MKA juga direspon oleh DPRD DKI Jakarta. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyinggung kejelasan penamaan jalan Ali Sadikin. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus lebih tahu dan dapat mengkaji sosok yang layak dikenang sebagai nama jalan.

“Ali Sadikin jelas-jelas sosok dan tokoh berjasa untuk Jakarta. Usulan penamaan jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat menjadi Ali Sadikin pun merupakan keputusan dari rapat paripurna tetapi sampai sekarang belum ada keputusan untuk peraturan gubernur,” kata Prasetio dalam keterangan tertulis.

Sebelumnya, pengubahan nama Jalan Kebon Sirih diungkapkan Prasetio dalam rapat rapat paripurna memperingati HUT ke-494 DKI Jakarta medio Juni lalu. Pras meminta Pemprov DKI Jakarta lebih bijak dalam menentukan penamaan jalan dengan merespons seluruh masukan dan saran.

“Jadi, memang perlu dilihat asas kelayakannya. Siapa yang paling layak dan pantas dengan bijak. Sekarang ini, siapa sih yang enggak tahu Ali Sadikin berikut jasa-jasanya bagi Jakarta,” tambahnya.

Namun, Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menyebut usulan nama jalan MKA merupakan hal wajar sebagai balasan atas bilateral antara Turki dan Indonesia. “Kalau nama Ataturk yang diusulkan pemerintah Turki sebagai nama jalan, harus dilihat dari formal hubungan negara dengan negara,” kata Bobby.

Menurut Bobby, usulan nama lain selain Ataturk, termasuk usulan tokoh Betawi berbeda konteks dengan maksud dari tujuan penamaan jalan.

“Ini imbal balik bilateral dari penamaan jalan Soekarno di Ankara oleh pemerintah Turki, jadi beda konteks. Rasanya tidak perlu dipolemikan. Kita tunggu kebijakan dari Pemda DKI, apa akan terusik atau menyikapi dengan objektif,” tambahnya.

Lain hal tanggapan dari Sejarawan Betawi JJ Rizal. Dia mengatakan nama-nama jalan atau tempat mengandung sejarah, terlebih di kawasan Menteng yang merupakan kawasan bersejarah dan ditetapkan sebagai cagar budaya berbentuk kawasan.

“Sejarah yang ada di Menteng pun berlapis-lapis bukan hanya sejarah kolonial tetapi juga sejarah revolusi nasional sehingga mengganti nama tempat atau jalan di Menteng berpotensi merusak citra sejarah sebagai kawasan bersejarah,” tuturnya.

Selain berpotensi merusak citra sejarah, penamaan itu juga berpotensi menyalahi Undang-Undang (UU) Cagar Budaya dan aturan mengenai rupa bumi yang sudah diadopsi dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia menilai, rencana ini sebagai bentuk yang hanya menguntungkan sejumlah pihak.

“Sekali lagi, ini membuktikan bahwa politikus kita menderita hongerodeem atau busung lapar sejarah. Tindakannya lebih banyak bukan apa yang benar, tetapi apa yang untung buat mereka,” tambahnya.

Sebelumnya, Pada Senin (18/10), Duta Besar RI untuk Turki, Lalu Muhamad Iqbal membenarkan rencana penamaan jalan MKA di Menteng, Jakarta Pusat. Menurut dia, pemberian nama itu merupakan upaya untuk mendekatkan diri antara RI dan Turki.

“Sebagai simbol kedekatan kedua bangsa yang sudah dimulai sejak abad ke-15, Turki setuju memenuhi permintaan kita untuk memberikan nama jalan di depan KBRI Ankara dengan nama Bapak Proklamasi kita, Ahmet Sukarno. Sesuai tata krama diplomatik, kita akan memberikan nama jalan di Jakarta dengan nama jalan Bapak Bangsa Turki,” kata Lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement