Rabu 20 Oct 2021 11:40 WIB

Bamper Kekuasaan dan Konsolidasi Total Nahdlatul Ulama

Di masa depan NU harus menjadi organisasi mandiri yang tidak menjadi bamper kekuasaan

KH Hasyim Asy
Foto: Republika.co.id
KH Hasyim Asy

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Idham Cholid, Kader NU & Alumni PMII, tinggal di Wonosobo

Menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi NU saat ini, adalah bagaimana merumuskan agenda yang lebih berarti. Muktamar NU pada Desember mendatang diharapkan serta tentu tak sekadar menghasilkan perubahan kepengurusan.

Malahan, melalui Muktamar Lampung nanti, kejelasan peta jalan, arah dan strategi NU ke depan harus dihasilkan. Karena di tempat ini pula, melalui Munas Alim Ulama pada Januari 1992 yang lalu, NU pernah menghasilkan keputusan yang sangat fundamental berkaitan dengan pengambilan keputusan hukum dalam masalah-masalah keagamaan.

Saat itu disepakati apa yang disebut istinbath jama'i, memperhalus istilah "ijtihad" yang lazim digunakan kalangan modernis. Inisiasi ini dipelopori KH Ma'ruf Amin, Katib Aam Syuriyah PBNU saat itu, menjadi awal munsulnya kesadaran formal akan pentingnya mengembangkan pemikiran metodologis, khususnya dalam rangka melakukan "ijtihad" secara kolektif di dalam pengambilan keputusan-keputusan hukum.

 Jika 29 tahun yang lalu NU telah berani melakukan terobosan sedemikian rupa, saat ini mestinya lebih progresif lagi. Karena yang jelas, tantangan tidak semakin ringan, dinamika masyarakat juga berubah begitu cepat dan pesat. Maka berbagai terobosan harus terus dilakukan untuk menghadapi hiruk-pikuk perubahan di abad kedua nanti.

Menurut saya, sudah saatnya NU melakukan konsolidasi total. Tak lain, untuk memperkuat jam'iyah dan jamaah sekaligus. Ada dua aspek penting di sini, yaitu konsolisasi konseptual dan konsolidasi struktural. 

Yang pertama, lebih kepada penyiapan perangkat "lunak" sebagai panduan dan pedoman, bagaimana mewujudkan cita-cita kehidupan berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bahkan dalam konteks global, sesuai Khittah Ulama.

Bagaimana meng-internasional-kan konsep Islam Nusantara, misalnya, adalah bagian dari konsolidasi konseptual dimaksud. Dalam hal ini kita patut berbangga, dari kalangan muda NU telah mulai melakukan itu. Mereka mendeklarasikan Gerakan Islam Kemanusiaan (The Humanitarian Islam Movement) dalam pertemuan 300 Ulama Internasional pada 21-22 Mei 2017 di Jombang.

Jika Islam Nusantara pada Muktamar 2015 dideklarasikan di Jombang, dari sini pula gerakan global Humanitarian Islam dikumandangkan. Katib Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf menjadi tokoh utama dibalik gerakan tersebut. Kiai muda asal Rembang itu sangat aktif mempromosikan Humanitarian Islam di pentas internasional. 

Humanitarian Islam, tak lain, merupakan gerakan global yang didedikasikan untuk kesejahteraan umat manusia, perdamaian dunia dan harmoni peradaban. Bukankah ini manifestasi dari prinsip Islam rahmatan lil 'alamin itu sendiri?

Adapun konsolidasi struktural yang cukup mendesak, bagaimana mengefektifkan jaringan kepengurusan yang ada, sehingga program-program organisasi tidak sekadar dapat berjalan tetapi juga tepat guna. Benar-benar dirasakan manfaatnya.

Tentu tidak hanya jaringan internal yang dikonsolidasikan, secara eksternal NU juga mesti menata kembali relasinya dengan negara. Repositioning harus tepat dilakukan, agar tercipta relasi yang lebih produktif lagi. Atau, kita hanya akan mencukupkan diri menjadi "bemper" kekuasaan?

 

Kalisuren, 19 Oktober 2021

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement