Rabu 20 Oct 2021 11:13 WIB

Pemilu Irak dan Gerakan Tishreen

Ini adalah pemilihan parlemen nasional kelima yang diadakan di Irak

Rep: Puti Almas/ Red: Esthi Maharani
 Seorang petugas pemilu menghitung surat suara setelah pemungutan suara ditutup, di sebuah tempat pemungutan suara di Baghdad, Irak
Foto: AP/Hadi Mizban
Seorang petugas pemilu menghitung surat suara setelah pemungutan suara ditutup, di sebuah tempat pemungutan suara di Baghdad, Irak

IHRAM.CO.ID, BAGHDAD — Pemilihan parlemen Irak berlangsung pada Ahad (17/10) lalu, dengan pemungutan suara yang dilakukan di sejumlah tempat yang ditentukan. Di Suq al-Shuyukh, kota di tepi Sungai Efrat di Provinsi Dhi Qar, selatan Irak, suasana terlihat sepi pada Ahad (17/10) malam. Tempat pemungutan suara ditutup dua jam sebelumnya dan hanya sejumlah warga yang berkumpul Smenunggu hasil awal pemilihan.

Pada pukul 20.00 waktu setempat di tanggal itu, kesunyian berubah dengan suara klakson dan lagu-lagu yang terdengar dari puluhan mobil, sepeda motor, dan tuk-tuk yang berkeliaran di jalan-jalan kota. Seorang pemuda menarik separuh tubuhnya keluar dari jendela sebuah mobil kecil dan mulai berteriak: "Tishreen telah menang, teman-teman! Tishreen yang hebat telah menang!"

Dilansir Middle East Eye, teriakan “Tishreen tidak menang dengan uang” juga terdengar di sepanjang jalan. Disebutkan bahwa Tishreen membawa seorang wakil ke parlemen dengan suara dan usaha para pemuda yang mendukungnya.

“Tishreen hebat, teman-teman,” tambah pemuda itu.

Ini adalah pemilihan parlemen nasional kelima yang diadakan di Irak sejak penggulingan Saddam Hussein pada 2003 dalam invasi pimpinan Amerika Serikat (AS). Tishreen, yang berarti Oktober dalam bahasa Arab, adalah nama yang diberikan kepada gerakan protes yang dianut oleh banyak pemuda Irak, terutama di wilayah selatan negara Timur Tengah itu.

Hasil awal menunjukkan bahwa Nissan Abdel-Redha al-Zayer, seorang guru perempuan berusia 44 tahun, telah memperoleh jumlah suara tertinggi di daerah pemilihannya. Para pendukungnya terlihat turun ke jalan untuk merayakan kemenangannya.

Zayer adalah kandidat untuk Imtidad, sebuah partai yang muncul dari protes Tishreen. Kemenangannya disebut sebagai kemenangan banyak orang para pendukung gerakan Tishreen.

“Kami adalah orang-orang yang mengadopsi kampanye pemilihan Zayer dan menjalankannya dengan sumber daya kami sendiri dan tanpa pengalaman sebelumnya atau dukungan finansial atau politik,” jelas Ammar al-Tamami, aktivis Irak dałam sebuah pernyataan.

Banyak yang bertaruh pada kegagalan Zayer. Karena itu, Ammar menyebut bahwa sorakan yang terdengar adalah teriakan untuk semua orang yang bertaruh pada kegagalan para pendukung. Hasil pendahuluan yang diumumkan Komisi Pemilihan Tinggi Independen (IHEC) kemudian menunjukkan kemajuan besar bagi calon kekuatan politik kecil yang muncul dari gerakan Oktober.

Imtidad sendiri memenangkan sembilan kursi, lima di antaranya di Dhi Qar, wilayah yang terletak sekitar 400 kilometer di selatan Ibu Kota Baghdad. Partai tersebut diprediksi dapat mengambil lebih banyak kursi ketika alokasi akhir diumumkan oleh IHEC.

"Orang-orang di Dhi Qar memilih kandidat Oktober sebagai pembalasan atas Fatah] yang meremehkan mereka dan mengabaikan kebutuhan dan keinginan mereka," jelas Ali al-Ghuraifi, seorang pengamat politik yang fokus pada perubahan yang terjadi di provinsi selatan Irak.

Al-Ghuraifi mengatakan bahwa semua tanda menunjukkan bahwa ini adalah proses balas dendam. Kandidat Imtidad memenangkan suara pemuda yang tidak puas melawan kekuatan tradisional dan suara elit dan orang tua yang merasa bahwa para pemimpin Fatah memperlakukan mereka dengan merendahkan dan meremehkan.

Protes awalnya berfokus pada layanan publik yang buruk, pengangguran yang tinggi dan pengaduan korupsi di lembaga-lembaga negara. Tetapi tindakan keras yang terhadap demonstran oleh pasukan keamanan dan beberapa faksi bersenjata yang bersekutu dengan mantan Perdana Penteri Irak yang menjabat saat itu, Adel Abdul-Mahdi menaikkan plafon tuntutan untuk memasukkan penggulingan pemerintah, perubahan undang-undang pemilihan dan menahan penyelenggaraan pemilu.

Terjadinya pembunuhan oleh pasukan keamanan terhadap 32 demonstran di jembatan al-Zaytoon di kota utama Dhi Qar, Nasiriyah pada November 2019 menyebabkan penggulingan pemerintahan Abdul-Mahdi. Meski banyak gerakan politik muncul dari demonstrasi pada Oktober, hanya sedikit yang memutuskan berpartisipasi dalam pemilihan awal.

“Karena mereka tidak percaya bahwa perubahan yang diperlukan akan tercapai,” kata Sajad Abed, seorang aktivis lokal.

Imtidad, yang paling menonjol dari gerakan-gerakan ini. Abed mengatakan kandidat serta pendukung partai adalah yang paling keras kepala dan teguh.

Sementara itu, Zayer mengatakan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Intimad adalah memenangkan dukungan rakyat tanpa menawarkan insentif dan janji yang biasa ditawarkan oleh partai politik pada umumnya. Ia menyebut setiap melakukan kampanye, orang-orang kerap meminta uang atau hadiah.

“Saya dan sekelompok pemuda yang secara sukarela menjalankan kampanye pemilihan saya, tertawa dan bercanda tentang situasi ketika kami tidak dapat mengamankan sejumlah kecil uang untuk membeli air atau jus saja,” jelas Zayer.

Meski kekurangan sumber daya, Zayer terpilih di daerah pemilihan keempat di Irak. Ini meliputi kota-kota dan desa-desa di selatan Dhi Qar, peringkat kesepuluh dalam daftar kandidat yang menerima jumlah suara tertinggi di Irak dan pertama di antara kandidat perempuan.

"Saya sendiri tidak mengharapkan kemenangan sebesar itu. Pemilik sebenarnya dari kemenangan ini adalah para pemuda yang bekerja dengan saya dan mereka yang percaya pada saya dan memilih saya,” jelas Zayer, berjanji tak akan pernah mengecewakan semua pihak yang mendukungnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement