Selasa 19 Oct 2021 21:48 WIB

Kala Saksi Sidang Stepanus Mengarah ke Pembuktian Pemerasan

Usman Effendi pernah diancam oleh Stepanus jadi tersangka jika tidak memberi uang.

Tersangka mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju berada di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/10/2021). Stepanus Robin Pattuju menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Tersangka mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju berada di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/10/2021). Stepanus Robin Pattuju menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus dugaan suap penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Rizkyan Adiyudha, Antara

Usman Effendi, saksi persidangan terdakwa mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain mengakui, bahwa ia pernah merasa sampai ketakutan atas ancaman penetapan status tersangka dari Stapanus apabila ia tidak memberi uang. Hal itu disampaikannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/10).

Baca Juga

"Bapak mulai Senin akan ditersangkakan karena Senin kasus bapak mau direkon, lebih baik bapak kasih uang," kata Usman, menirukan Stepanus.

Usman adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang terjerat kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat, dan telah selesai menjalani vonis 3 tahun penjara di Lapas Sukamiskin. Namun, kemudian Usman diduga terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen yang ditangani KPK.

Usman dan Robin lalu bertemu di Puncak Pass, kawasan wisata Puncak, Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, Robin meminta imbalan Rp 1 miliar agar Usman tidak jadi tersangka.

"Saya saat itu tidak menjawab dan saya tidak setuju juga tapi karena waktu itu karena saya ketakutan karena dia (Robin) mengatakan 'Saya bersama tim di KPK ngomong ke bapak untuk ditersangkakan'," tambah Usman.

Pertemuan itu berlangsung pada Sabtu malam. Selanjutnya, Robin kembali menelepon pada Ahad pagi.

"Paginya Pak Robin telepon lagi katanya baik dikirim berapa saja yang penting buat teman-teman tim masuklah uangnya, itu hari Minggu. Hari Senin saya belum mau transfer karena saya mau konfirmasi ke teman saya kayaknya ini KPK gadungan, lalu kata teman saya Pak Iwan yang di Sukamiskin itu benar orang KPK," ungkap Usman.

Pada Senin pagi, Usman kembali mendapat telepon dari Robin. "Pukul 10.00 WIB, pada Senin, Pak Robin telepon lagi, 'Segeralah kirim kalau tidak mau jadi tersangka. Saya ketakutan walau saya tidak yakin bisa jadi tersangka dari mana? Tidak ada perkara apa-apa tapi kan kadang-kadang bisa terjadi dalam kehidupan seperti itu saya ketakutan, jadi saya kirimlah uang," tambah Usman.

"Saya saat itu tidak menjawab dan saya tidak setuju juga tapi karena waktu itu karena saya ketakutan karena dia (Robin) mengatakan 'Saya bersama tim di KPK ngomong ke bapak untuk ditersangkakan'," tambah Usman.

Usman lalu mengirim uang secara bertahap mulai 6 Oktober 2020 hingga 19 April 2021 senilai total Rp 525 juta. Selain mengirim uang ke rekening yang sudah ditunjuk Robin, Usman juga bersedia mengeluarkan uang Rp 3 miliar dengan jaminan sertifikat rumah milik mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

 

Atas kesaksian Usman itu, Robin minta maaf kepada Usman. "Saya meminta maaf ke Pak Usman," kata Robin.

Tidak hanya terhadap Usman, sebelumnya, saksi Wali Kota Tanjung Balai, M. Syahrial juga mengaku tertipu oleh Robin. Hal ini disebabkan karena setelah melakukan memberikan uang kepada Robin, kasus gratifikasinya tetap berjalan hingga tingkat penyidikan di KPK.

Begitu pula dengan nantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari yang mengakui pernah memberikan uang kemanusiaan sebesar total Rp 60,5 juta kepada Stepanus. Rita menyebut permintaan uang Robin itu disampaikan langsung saat Robin berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak dan Perempuan Tangerang, tempat Rita menjalani hukuman.

"Pertama dia minta langsung Rp 25 juta lalu Rp 7,5 juta, Rp 5 juta yang terakhir Rp 3 juta karena uangnya cuma ada segitu, saya minta keponakan saya transfer untuk kepentingan pribadi Robin," kata Rita, Senin (18/10).

Atas kesaksian para saksi yang mengaku dimintai uang oleh Stepanus, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Bonyamin Saiman menyatakan, perlunya dakwaan tambahan terhadap Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. "Betul sepertinya perlu ditambah dakwaan pemerasan dan penipuan," kata Boyamin, Selasa (19/10).

Boyamin yakin, dengan diberikannya pasal baru dalam dakwaan bukan hanya suap, tapi juga ada pemaksaan dan penipuan, maka sanksi yang akan diberikan kepada Robin dan Maskur akan lebih berat, dari hanya sekedar tindak pidana korupsi. "Kalau didakwa lebih banyak maka potensi sanksi diberikan juga akan lebih berat," ujar Boyamin.

Sementara itu Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zainur Rahman tidak setuju jika Stepanus dijerat pasal penipuan. Menurutnya, para terdakwa, Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain akan diuntungkan jika kasusnya dari korupsi, yakni suap menjadi penipuan, karena tuntutan lebih ringan dari korupsi.

Namun, jika kesaksian atau bukti-bukti di persidangan memang mengarah kepada tindak pemerasan oleh aparat penegak hukum, Zaenur melanjutkan, itu merupakan kasus korupsi sebagaimana pasal 12 huruf e, UU Pemberantasan Tipikor.

"Sehingga sudah benar jika KPK fokus pada dugaan penyuapan. Adapun jika ada pemerasan, jika itu dilakukan aparat penegak hukum maka itu merupakan kasus korupsi sebagaimana pasal 12 huruf e UU Tipikor," ujarnya.

Dalam surat dakwaan terhadap Stepanus Robin Pattuju Maskur Husain yang dilihat dari laman http://sipp.pn-jakartapusat.go.id, mantan penyidik KPK didakwa menerima suap bukan melakukan tindak pemerasan. Ia menerima suap total Rp 11.025.077.000 dan 36 ribu dolar AS dari berbagai sumber.

Penerimaan tersebut berasal dari Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial, sejumlah Rp 1,69 miliar, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3,09 miliar dan 36 ribu dolar AS. Selanjutnya menerima dari Wali Kota Cimahi di Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna, sejumlah Rp 507 juta, Usman Effendi sejumlah Rp 525 juta, dan mantan bupati Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, Rita Widyasari, sejumlah Rp 5,19 miliar.

Stepanus bersama dengan tersangka Maskur Husain masing-masing didakwa dengan dakwaan pertama Pasal 12 huruf (a) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Atau kedua Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jopasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

 

photo
KPK - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement