Rabu 20 Oct 2021 04:20 WIB

Begini Modus Pinjol Simple Loan yang Digerebek Polda Jateng

Setidaknya ada 34 pinjol ilegal yang dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
Kapolda Jawa tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi menunjukkan foto ruang komputer tempat penggrebekan kantor jasa penagihan pinjaman online (pinjol), PT AKS yang beralamat di Jalan Kyai Mojo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, pada ekspos pengungkapan kasus di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (19/10).
Foto: dok. Humas Polda Jateng
Kapolda Jawa tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi menunjukkan foto ruang komputer tempat penggrebekan kantor jasa penagihan pinjaman online (pinjol), PT AKS yang beralamat di Jalan Kyai Mojo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, pada ekspos pengungkapan kasus di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Johanson Ronald Simamora menuturkan, pengungkapan kasus pinjaman online (pinjol) Simple Loan dengan ancaman berdasarkan laporan korban. Menurut Ronald, korban mendapatkan pesan singkat (SMS) berisi link aplikasi pinjol Simple Loan, pada 4 Mei 2021 lalu.

Dalam pesan tersebut, korban ditawari pinjaman dengan bunga rendah. Korban yang tertarik kemudian melengkapi berbagai persyaratan dengan mengisi form melalui aplikasi yang telah disiapkan operator pinjol.

Kemudian pada September 2021, operator perusahaan pinjol menghubungi korban melalui telepon maupun SMS memberitahukan bahwa telah mengirim uang Rp 1,3 juta dan Rp 2,2 juta. “Namun saat korban mengecek rekeningnya, tidak ada transfer uang yang dimaksud,” ujarnya, Selasa (19/10).

Tiga hari kemudian, jelas Johanson, korban ditelpon seseorang yang mengaku sebagai debt collector dari perusahaan pinjol tersebut. Intinya menyampaikan pemberitahuan kepada korban bahwa pinjamannya telah jatuh tempo. Karena tidak merasa menerima transfer melalui rekeningnya, korban tidak merespons pemberitahuan tersebut.

Belakangan, korban terus dihubungi hingga mendapatkan beberapa ancaman. Salah satunya berupa ancaman bakal menyebarkan gambar porno berwajah korban hingga akhirnya korban merasa takut jika ancaman tersebut benar-benar dilakukan. “Hingga akhirnya korban malapor ke aparat kepolisian,” tegasnya.

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah kemudian melakukan tindakan profiling dan ternyata perusahaan itu berada di Kota Yogyakarta. Sehingga penggrebekan pun dilakukan dan mengamankan tiga orang. Masing-masing seorang debt collector, HRD, direktur perusahaan penagihan tersebut.

Dari ketiga orang tersebut baru satu yang ditetapkan tersangka, yakni seorang perempuan berinisial A selaku debt collector. “Debt collector itu melakukan pemerasan dan pengancaman kepada korban,” tegasnya.

Dari hasil pendalaman, lanjut Johanson, ruko yang digrebek merupakan kantor penagihan. Kantor tersebut baru beroperasi selama enam bulan. Kantor tersebut melayani jasa penagihan banyak aplikasi pinjol.

Saat dilakukan penggrebekan, polisi mendapati 300 unit komputer. Namun yang saat itu aktif sebanyak 150 unit computer. “Yang kami amankan untuk dijadikan barang bukti sebanyak 10 unit komputer,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan, hingga saat ini setidaknya ada 34 pinjol ilegal yang dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah. Ditreskrimsus Pold Jawa Tengah akan berkoodinasi dengan Polda Jawa Barat, Polda Metro Jaya dan tidak menutup kemungkinan Bareskrim jika kasus tersebut berkaitan dengan kasus serupa di wilayah lain.

Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi menyampaikan praktik penagihan pinjol oleh debt collector yang dianggap telah meresahkan. “Dalam praktiknya, operator pinjol tersebut menyewa debt collector untuk menagih korbannya dengan cara meneror (ancaman) berupa penyebarluasan konten berbau pornografi melalui media sosial,” ujar Kapolda.

Tersangka A dijerat pasal 45 ayat 1 Jo pasal 27 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. “Selain itu juga pasal 45 ayat 4 jo pasal 24 ayat 4 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun dan denda Rp 1 miliar; pasal 45 ayat 3 Juncto Pasal 27 ayat 3  UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman 4 tahun dan denda Rp 750 juta,” jelasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement