REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Melengkapi aktivitas perkuliahan semester ini, STEI SEBI kembali mengadakan kuliah umum Akuntansi Syariah secara daring. Kuliah umum Akuntansi Syariah ini disampaikan oleh Guru Besar Akuntansi Universitas Airlangga Surabaya, Prof Tjiptohadi Sawarjuwono MEc.
Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Akuntansi Syariah bekerja sama dengan Digital Learning Center for Islamic Studies (DLCIS), Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) secara daring pada Selasa (19/10). Kuliah yang mengangkat tema “Urgensi Belajar Akuntansi Syariah” ini dihadiri oleh 98 peserta dari mahasiswa SEBI, kampus lain dan umum.
Kuliah dengan tema dasar ini dimoderatori oleh Dr Sepky Mardian, ketua Program Studi Akuntansi Syariah STEI SEBI. Dalam pengantarnya, ia mengatakan bahwa acara ini ditujukan untuk memberikan motivasi kepada mahasiswa baru untuk belajar Akuntansi Syariah lebih yakin dan bersemangat. “Tema kuliah ini sengaja dirancang sangat dasar dan umum untuk memberikan motivasi kepada mahasiswa baru Program Studi Akuntansi Syariah untuk mendapatkan alasan mengapa harus belajar akuntansi syariah, tidak cukup dengan akuntansi umum saja. Kita sengaja mengundang Prof Tjip sebagai salah seorang pionir pembelajaran akuntansi syariah di Indonesia,” kata Sepky Mardian seperi dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Dalam kuliah ini, Prof Tjip menjelaskan alasan normatif dan praktis belajar akuntansi syariah. “Secara normatif, kita belajar ini karena kita adalah Muslim, kita memiliki Alquran, ada banyak nilai kehidupan termasuk akuntabilitas yang harus terimplementasi dalam akuntansi. Dengan belajar akuntansi syariah, kita mengamalkan nilai Alquran untuk memaknai akuntansi tidak hanya sebatas seni pencatatan, debit dan kredit. Tetapi lebih dari itu, Islam memberikan memberikan panduan dalam memaknai transaksi, keuntungan, biaya, dan aspek ekonomi dan bisnis lainnya,” paparnya.
Secara praktis ia menjelaskan bahwa kebutuhan akuntansi syariah didorong oleh berkembangnya bisnis syariah yang memerlukan akuntansi yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan prinsip syariah. Ia mengutip beberapa pernyataan dari peneliti luar negeri bahwa belajar akuntansi syariah adalah untuk melaksanakan keimanan terhadap Alquran, memberikan solusi atas masalah yang dihadapi akuntansi berbasis kapitalis dan merupakan bagian dari pelaksanaan maqasid syariah (tujuan syariah).
“Kita butuh akuntansi syariah, karena ada yang salah dari akuntansi yang ada selama ini. Saya tidak mengatakan semua akuntansi konvensional itu salah, tetapi ada nilai-nilai yang tidak sesuai dengan syariah,” ujar Prof Tjip yang juga pernah menjabat ketua Ikatan Akuntan (IAI) Jawa Timur selama tiga periode.
Prof Tjip menjelaskan, apa yang ada di akuntansi konvensional bisa saja digunakan saat ini selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah, akan tetapi upaya untuk menemukan akuntansi syariah yang berbeda dengan akuntansi konvensional harus menjadi prioritas. “Saya menghargai ada upaya untuk mengembangkan konsep triple bottom line yang berlandaskan pada profit, people dan planet dengan menambahkan Allah dan Nabi sebagai pertimbangan dalam menghasilkan laba. Ini semua karena Allah adalah pemilik dari alam semesta ini, sehingga terjaganya hak Allah dalam menghasilkan laba harus menjadi pertimbangan utama,” jelasnya.
Kuliah tamu yang berlangsung lebih dari dua jam ini mendapat respons antusias dari peserta. Setelah sesi tanya jawab, acara ditutup dengan foto besama peserta dan narasumber dan dilanjutkan ramah tamah informal di antara peserta, panitia dan narasumber.