Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Fadhli

Bagaimana Anak bisa Menuruti Teladan Nabi Muhammad SAW ?

Eduaksi | Tuesday, 19 Oct 2021, 16:56 WIB

Setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik kepada anak nya, begitupun sebagai orang tua harapannya anak bisa memberikan akhlak terbaik kepada orang tuanya. Sebagai ummat muslim,kiblat dalam parenting pengasuhan anak bisa mencerminkan dari Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik sehingga harapannya anak-anak kita bisa meneladani Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.

Kenapa harus Nabi Muhammad SAW yang menjadi kiblat utama dalam parenting anak ?

Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan Rasul terakhir yang menjadi suri tauladan yang baik dan menjadi penyempurna dakwah dari Nabi-Nabi sebelumnya. Sehingga dari kebiasaan sehari-hari, perilaku, tata karma serta norma menjadi acuan bagi para ummat-Nya untuk mencapai titik kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain itu akhlak yang dimiliki Rasulullah SAW memiliki sifat lembut kepada anak, karena Beliau mengajari Cinta daripada amarah. Selain itu Nabi mencotohkan sikap mulia, penyayang dan selalu mendoakan yang terbaik kepada orang-orang disekitarnya. Seperti yang pernah dijelaskan dalam Hadits Rasulullah Abu Hurairah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318).

Selain itu pada aspek ibadah dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadits yang disampaikan menganjurkan agar orangtua harus bersikap tegas urusan shalat pada anak yang berusia cukup. Dikatakan, ketika anak masuk usia 10 tahun bermalas-malasan tidak shalat maka Nabi menganjurkan orangtua boleh “memukul mendidik” anak. Meskipun Nabi tak pernah memukul anaknya. "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247).

Lalu bagaimana kita dalam mendidik anak supaya meneladani Rasulullah SAW ?

Anjuran rasulullah dalam membentuk kepribadian anak sehingga anak bisa mencintai dan meneledani Rasulullah SAW seperti yang pernah diajari Ali bin Abi Thalib sahabatnya. Konsep Ali mendidik anak relevan diterapkan orangtua bijak. “Ali menyarankan, 7 tahun pertama didik anak layaknya raja, 7 tahun kedua didik anak layaknya tawanan perang, dan 7 tahun ketiga didiklah anakmu bagaikan seorang sahabat,” .

Dalam penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa keseimbangan dalam pola asuh anak untuk bisa meneladani Rasulullah adalah mengenalkan sifat dan akhlak tersebut keada anak dengan cara orang tua menirukan apa yang menjadi sifat kebaikan Rasulullah SAW. Selain itu, lakukan pola reward dan punishment kepada anak sehingga anak bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak. Dikarenakan anak akan berperilaku selayaknya orang tua berperilaku sehari-hari. Peran penuh orang tua tidak berhenti di situ. Karena yang paling perlu dikuatkan dalam peran orangtua Sebagaimana yang telah diteladani Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW membawa Islam menjadi sukses pada mulanya karena menanamkan ketauhidan dan akhlaqulkarimah pada kaumnya. Perintah ini didengungkan Rasulullah jauh sebelum ada syariat sholat-puasa dan syariat-syariat lain. Rasulullah patut diteladani orangtua yang mendamba putra putrinya menjadi manusia seutuhnya, yang berguna bagi kebaikan sesama, alam dan seisinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image