Senin 18 Oct 2021 14:52 WIB

BI Dinilai Harus Pertahankan Suku Bunga Acuan

Laju inflasi dinilai masih terkendali dan di bawah kisaran target BI.

Aktivitas jual beli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/9). Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai Bank Indonesia (BI) harus terus mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Aktivitas jual beli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/9). Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai Bank Indonesia (BI) harus terus mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai Bank Indonesia (BI) harus terus mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen. Pasalnya, tingkat inflasi masih terkendali dan masih adanya risiko di sisa tahun 2021.

"Upaya tersebut untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendukung pemulihan ekonomi nasional," kata Riefky dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (18/10).

Baca Juga

Ia menyebutkan laju inflasi tahunan September 2021 tercatat sebesar 1,6 persen jika dibandingkan dengan September 2020 (year on year/yoy). Inflasi ini relatif tidak berubah dari sebelumnya sebesar 1,59 persen (yoy) pada bulan Agustus 2021 dan masih di bawah kisaran target BI. 

Di sisi lain, masih ada beberapa risiko untuk sisa tahun 2021 yang dapat memberikan tekanan dan menimbulkan ketidakpastian pada stabilitas ekonomi, seperti normalisasi moneter bank sentral AS yang lebih cepat, kelangkaan kontainer dan hambatan pengiriman barang di China yang meningkatkan biaya pengiriman dan logistik sehingga mengganggu rantai pasok global, serta krisis energi global akibat pemulihan yang lambat dari sisi suplai.

Kendati demikian, Riefky berharap penurunan kasus harian COVID-19 dan pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi domestik. "Percepatan dan perluasan program vaksinasi bersamaan dengan respons kebijakan yang akomodatif melalui stimulus fiskal dan moneter sangat penting untuk mendapatkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi setelah melewati gelombang kedua pandemi akibat varian Delta," ujarnya.

Terlepas dari volatilitas terkini, ia menuturkan rupiah terus terapresiasi menjadi sekitar Rp 14.200 per dolar AS dari sekitar Rp 14.300 per dolar AS, didukung oleh situasi pandemi domestik yang lebih baik, kenaikan harga komoditas yang mendorong surplus perdagangan, dan cadangan devisa yang lebih tinggi.Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, rupiah merupakan salah satu yang berkinerja terbaik sejauh ini dengan tingkat depresiasi 0,2 persen terhadap dolar AS, sejak awal Januari-Oktober 2021 (year to date/ytd).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement