Senin 18 Oct 2021 10:21 WIB

Pemerintah Diminta Sesuaikan Formasi Guru PPPK

Formasi yang diajukan sekolah ke pemerintah daerah masih sangat minim.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Peserta mengikuti tes seleksi PPPK (Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Peserta mengikuti tes seleksi PPPK (Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta pemerintah untuk menyesuaikan formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan angka kebutuhan yang riil di daerah agar dapat mengakomodasi semua guru honorer. Sebab, P2G melihat formasi yang diajukan sekolah ke pemerintah daerah (pemda) maupun yang disetujui pemda dan pusat masih sangat minim.

"Terkait sangat minimnya formasi yang diajukan sekolah ke pemda maupun yang disetujui pemda dan pusat, ini menjadi fakta menyedihkan secara nasional," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Senin (18/10).

Dia menjelaskan, pada seleksi guru PPPK tahap I lalu, tak sedikit guru honorer yang menjadi peserta seleksi lolos passing grade tapi tidak ada formasi dan tidak dapat formasi. Menurut Satriwan, itu disebabkan karena guru-guru honorer tersebut tidak berasal dari sekolah induk. Untuk itu, pihaknya meminta kepada panitia seleksi agar para guru honorer tersebut tidak perlu mengikuti seleksi tahap II dan III.

"P2G memohon kepada Kemenpan RB dan BKN agar mereka yang nilainya di atas PG tidak perlu mengikuti tes tahapan II dan III lagi. Artinya otomatis dinyatakan lulus dan ditempatkan," ungkap Satriwan.

Satriwan mengatakan, ada cukup banyak anggota P2G yang hasil nilai tesnya di atas passing grade dalam seleksi guru PPPK tahap I, tetapi tidak lolos karena tidak tersedianya formasi di sekolah tempat mereka mengajar. Dia mengambil contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Di Garut, kata Satriwan, formasi yang disetujui pemda hanya 196 formasi. Padahal, jumlah kebutuhan formasi guru honorer mencapai angka 8.801 formasi. Sementara itu, pada seleksi guru PPPK tahapan I kemarin yang lulus passing grade diperkirakan lebih dari 1.000 orang. Mereka tak bisa menjadi guru PPPK karena minimnya formasi yang tersedia.

Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah untuk menambah jumlah formasi guru PPPK. P2G juga mendorong pemerintah pusat untuk berkoordinasi serta mendesak pemda untuk mengusulkan tambahan formasi guru PPPK.

Satriwan menerangkan, pihaknya meminta hal tersebut karena mengingat formasi guru PPPK yang tersedia terbatas. Dia mengatakan, pada 2021 ini saja pemda hanya mengajukan 506.252 formasi dari 1.002.616 formasi yang dijanjikan oleh pemerintah, dalam hal ini Mendikbudristek. Menurut dia, itulah persoalan pokoknya.

"Sedapat mungkin disesuaikan dengan angka kebutuhan yang riil di daerah, agar dapat mengakomodir semua guru honorer," jelas Satriwan.

Selain itu, dia mengatakan, salah satu bentuk persoalan guru honorer Kategori 2 (K2) di daerah yang tidak lulus seleksi PPPK tahap I adalah tidak adanya formasi di sekolah induk. Mayoritas guru PAI dan bahasa daerah atau bahasa asing selain bahasa Inggris. Karena itu P2G mengusulkan kepada Kemendikbudristek untuk menambah formasi guru PAI dan muatan lokal (mulok).

"Agar berlaku nasional. Sehingga terserap dan sesuai kebutuhan riil daerah guru mulok, misal bahasa Sunda, mereka terpaksa mendaftar PPPK ke formasi mata pelajaran lain. Sebab nyatanya formasi bahasa Sunda tidak ada," kata dia.

P2G juga meminta pemda dan pemerintah pusat mengalkulasi dan membuat peta jalan guru honorer yang lulus PPPK nanti terkait penempatan mereka setelah lulus dan mendapatkan surat keputusan (SK) dari pemda. Sebab, kata dia, keberadaan guru PPPK bisa berpotensi menggeser keberadaan guru honorer yang sudah ada di sekolah tersebut.

"Bisa-bisa para guru honorernya terbuang, lalu mau dikemanakan? Ini menjadi fakta bentuk diskriminasi lain bagi guru honorer," terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement