Jumat 15 Oct 2021 14:40 WIB

Ratu Inggris Geram dengan Pemimpin Negara Soal Isu Iklim

Pemimpin negara dinilai banyak omong, tapi tdiak lakukan apa-apa buat atasi krisis.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pada file foto Kamis 15 Oktober 2020 ini, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengunjungi Defense Science and Technology Laboratory (DSTL) di Porton Down, Inggris, untuk melihat Energetics Enclosure dan tampilan persenjataan dan taktik yang digunakan dalam kontra intelijen.
Foto: AP/Ben Stansall/AFP Pool
Pada file foto Kamis 15 Oktober 2020 ini, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengunjungi Defense Science and Technology Laboratory (DSTL) di Porton Down, Inggris, untuk melihat Energetics Enclosure dan tampilan persenjataan dan taktik yang digunakan dalam kontra intelijen.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ratu Elizabeth dilaporkan geram dengan pemimpin dunia yang hanya berbicara dalam isu perubahan iklim, tapi hanya melakukan sedikit aksi. Bahkan para pemimpin itu dinilai tidak melakukan apa-apa untuk mengatasi krisis tersebut.

Ratu Inggris dijadwalkan akan menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP26 di Glasgow.

Baca Juga

"Luar biasa kan? saya mendengar semua hal tentang COP tapi masih tidak tahu siapa yang datang," kata Ratu berusia 95 tahun itu pada menantunya Camilla, Duchess of Cornwall, istri Pangeran Charles, Jumat (15/10).

"Kami hanya tahu orang-orang yang tidak datang, ini benar-benar mengesalkan ketika mereka berbicara, tapi mereka tidak melakukan apa-apa," kata Ratu Elizabeth yang terdengar di mikrofon.  

Perdana Menteri Australia Scott Morrison salah satu pemimpin negara yang dijadwalkan akan menghidiri COP26. Sekutu-sekutu Negeri Kanguru termasuk Amerika Serikat (AS) menekan Morrison untuk mengambil aksi lebih banyak ambisi mengatasi perubahan iklim.

Target Australia untuk mengurangi gas rumah kaca masih di bawah AS, Uni Eropa, Inggris dan negara-negara maju lainnya. Sementara negara itu produsen batu bara terbesar kedua di dunia.

Pemerintah Morrison juga telah mengatakan akan terus menambang, mengekspor dan menggunakan bahan bakar fosil hingga setelah 2030. Sikap itu mendorong upaya Australia dalam mengatasi perubahan iklim jauh dibelakang negara-negara lainnya di dunia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement