Jumat 15 Oct 2021 08:57 WIB

Jadwal Pemilu, Percobaan Kemandirian KPU

Pemerintah dan KPU berbeda pendapat soal jadwal pelaksanaan pemilu.

Lambang KPU (ilustrasi).
Foto: Antara
Lambang KPU (ilustrasi).

Oleh : Ratna Puspita, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan pelaksanaan Pemilu 2024 dilakukan pada 15 Mei. Pemerintah mengajukan usulan tanggal ini ke DPR RI. 

Ketika mengumumkan keputusan presiden pada 27 September 2021, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, salah satu alasan mengusulkan tanggal tersebut, yakni memperpendek kegiatan pemilu sehingga waktu dan biaya pemilu efisien. 

Usulan pemerintah berbeda dengan keputusan KPU sebagai lembaga yang diberi mandat oleh undang-undang untuk menyelenggarakan pemilihan umum. Usulan KPU, yakni 21 Februari 2024. Bahkan, KPU sudah menyusun simulasi tahapan pemilu sesuai waktu pencoblosan tersebut.

Perbedaan usulan antara pemerintah dan KPU membuat rapat penetapan tanggal Pemilu 2024 yang seharusnya dilakukan pada 6 Oktober 2021 dibatalkan. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung membantah terjadi deadlock dalam konsiyering yang digelar antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Ia menyebut kondisi ini sebagai "pematangan konsep."

Selain pemerintah dan KPU, partai politik menjadi pihak yang turut punya ‘suara’ dalam memutuskan kapan pencoblosan dilakukan. Partai politik pendukung pemerintah, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), danPAN, menguasai kursi di parlemen.

Partai koalisi memiliki 471 kursi atau 81,9 persen dari 575 kursi di DPR sedangkan total kursi PKS dan Partai Demokrat sebanyak 104 atau hanya 18,1 persen. Menilik jumlah kursi, tidak sulit seharusnya bagi pemerintah mendapatkan dukungan dari partai politik.

Baca juga : Eks Pegawai KPK Optimistis Partainya Bisa Ikut Pemilu 2024

Namun, berdasarkan penjelasan Doli, PDIP si pemilik 128 kursi dan PPP dengan 19 persen kursi memilih usulan KPU. Belakangan, PKB juga menunjukkan sinyal tidak sepakat dengan usulan pemerintah. 

Republika mencatat, PDIP sudah mengeluarkan dua kali mengeluarkan pers tentang jadwal pemilu. Pertama pada 28 September 2021 melalui Anggota Komisi II DPR RI Arief Wibowo. 

Kedua pada 7 Oktober 2021 melalui Wakil Ketua Komisi II DPR RI asal Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang. Kedua pernyataan mengusung alasan yang sama, yakni jadwal pemilu akan bertepatan dengan Ramadhan dan kekhawatiran mengganggu tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang digelar pada tahun yang sama. 

Jadwal pemilu dan pilkada yang berdekatan juga bakal membuat penyelenggara pemilu kelelahan. PPP juga menyodorkan alasan yang sama. Pada 10 Oktober 2021, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menilai, petugas penyelenggara pemilu yang kelebihan beban kerja akan membahayakan kesehatan mereka. 

Di kubu pendukung usulan pemerintah, ada Partai Gerindra (78 kursi), Golkar (85 kursi), Partai Nasdem (59 kursi), dan PAN (44 kursi). Alasan partai-partai ini mendukung, yakni efisiensi anggaran dan efektivitas jalannya pemerintahan, atau sama dengan alasan yang disodorkan oleh pemerintah.

Doli yang juga anggota Fraksi Partai Golkar mengatakan, penyelenggaraan kampanye pada bulan Ramadhan tidak perlu dimaknai dengan tidak menghormati bulan puasa. Selain itu, Ia juga menjadikan fokus penanganan Covid-19 sebagai alasan. 

Sementara, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, alasan mendukung usulan pemerintah, yakni masa transisi tidak terlalu panjang. Jika Pemilu 2024 digelar pada Februari atau Maret, ada tenggat waktu lama untuk presiden terpilih sebelum ia dilantik pada Oktober.

Dalam perdebatan ini, DPR juga seharusnya kembali kepada UU yang memberikan mandat kepada KPU untuk menyelenggarakan pemilu, termasuk soal waktu pencoblosan. Pemerintah boleh saja punya kepentingan soal penghematan anggaran, tetapi waktu pencoblosan tetap menjadi wewenang KPU.

Baca juga : Jokowi Sebut Labuan Bajo Siap Sambut Wisatawan

Sejumlah pegiat demokrasi yang telah mengamati penyelenggaraan pemilu selama beberapa periode pun telah mengingatkan bahwa KPU yang punya hak dan kewajiban untuk membuat keputusan. Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni dan Direktur Eksekutif Netgrit (Network for Democracy and Electoral Integrity) Ferry Kurnia telah mendorong KPU untuk menunjukkan kemandiriannya.

Jangan sampai, mengutip pernyataan Ferry, usulan pemerintah terkait jadwal pemilu justru memunculkan kesan adanya political interest di dalamnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement