Kamis 14 Oct 2021 13:03 WIB

E-Commerce Diproyeksi Dominasi Ekonomi Digital 2030

Lebih dari 197 juta penduduk Indonesia memiliki akses internet.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Sejumlah armada milik perusahaan trasportasi Multi Inti Transport bersiap mendistribusikan barang pesanan konsumen e-commerce di Rawa Buaya, Jakarta Barat, Rabu (13/10/2021).
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Sejumlah armada milik perusahaan trasportasi Multi Inti Transport bersiap mendistribusikan barang pesanan konsumen e-commerce di Rawa Buaya, Jakarta Barat, Rabu (13/10/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan, perdagangan digital melalui e-commerce bakal mendominasi peta ekonomi digital Indonesia pada tahun 2030 mendatang. Pandemi Covid-19 yang saat ini menyebabkan adanya disrupsi ke sistem digital menjadi salah satu pemicu transformasi ekonomi yang signifikan.

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, memaparkan, saat ini Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar dengan lebih dari 197 juta penduduknya memiliki akses internet. Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi lebih dari 250 juta orang pada 2050.

"Momentum pertumbuhan ekonomi digital diperkirakan akan terus berlangsung dan pada 2030 e-commerce diprediksi menyumbang 33 persen, atau Rp 1.908 triliun, bagi peta ekonomi digital Indonesia," kata Lutfi, dalam keterangan resminya diterima Republika.co.id, Kamis (14/10).

Ia memaparkan, jika diukur dari gross merchandise value (GMV), potensi ekonomi digital Indonesia jauh melebihi negara-negara lain di kawasan ASEAN. Sebagai catatan, pada 2020 lalu, ekonomi digital Indonesia baru berkontribusi sebesar empat persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

 

Adapun di tahun 2030 mendatang, ekonomi digital Indonesia diyakini akan tumbuh setidaknya delapan kali lipat dan menjadi berkontribusi 18 persen terhadap PDB.

Sementara itu, kontribusi besar lainnya bagi ekonomi digital Indonesia akan bersumber dari business to business, termasuk rantai nilai dan logistik, yang sebesar Rp 763 triliun atau 13 persen, online travel sebesar Rp 575 triliun atau 10 persen, dan corporate services sebesar Rp529 triliun atau 9 persen.

Ia menambahkan, untuk mewujudkan transformasi dan akselerasi ekonomi digital Indonesia, pemerintah sedang mempersiapkan cetak biru yang berfokus pada tiga hal.

Pertama, meningkatkan jumlah talenta digital baik di instansi pemerintah, pelaku usaha, dan kalangan akademisi. Kedua, mengakselerasi investasi infrastruktur hingga pelosok Nusantara agar tidak ada kesenjangan digital. Ketiga, memastikan regulasi dan kebijakan terkait ekonomi digital Indonesia bersifat adaptif, proaktif, dan kolaboratif, selain itu harus memfasilitasi inovasi dan memastikan adanya lingkungan bisnis yang adil dan inklusif.

Sementara itu, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, pandemi Covid-19 memberi tekanan yang luar biasa pada hampir seluruh aspek perekonomian, namun di saat yang bersamaan membuka peluang luar biasa bagi pelaku usaha yang dapat memanfaatkan fenomena digitalisasi.

“Saat ini terdapat beberapa produk ekonomi digital yang berkembang pesat di masa pandemi Covid-19, antara lain perusahaan rintisan yang terdapat pada industri edutech, healthcare, smart retail, e-commerce, fintech, enabler, cloud kitchen, dan B-to-B,” ujarnya menambahkan.

Wakil Kepala Badan Pengembangan Ekosistem Ekonomi Digital Kadin Pandu Adi Laras menilai, Indonesia bukan hanya negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terdepan di ASEAN, namun juga negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di ASEAN.

“Indonesia merupakan negara dengan penyumbang perusahaan rintisan terbanyak di ASEAN dengan jumlah perusahaan lebih dari 2.200 entitas. Laju penetrasi internet di Indonesia telah mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan memicu lahirnya wirausahawan di bidang teknologi dan rintisan,” kata Pandu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement