Rabu 13 Oct 2021 22:28 WIB

BPOM Upayakan Jasa Evaluasi Protokol Uji Praklinik Rp 0

BPOM mendukung pengembangan obat bahan alam menuju hilirisasi produk obat herbal.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mengupayakan agar jasa evaluasi terhadap permohonan persetujuan uji praklinik atau uji klinik yang diajukan ke BPOM tidak dikenai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (Ilustrasi)
Foto: Corbis
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mengupayakan agar jasa evaluasi terhadap permohonan persetujuan uji praklinik atau uji klinik yang diajukan ke BPOM tidak dikenai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mengupayakan agar jasa evaluasi terhadap permohonan persetujuan uji praklinik atau uji klinik yang diajukan ke BPOM tidak dikenai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ini sebagai upaya BPOM mendukung penelitian lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi yang berada di bawah naungan pemerintah.

"Yang sedang kita perjuangkan juga adalah tarif 0 rupiah untuk biaya evaluasi yang diajukan ke BPOM. Jadi, pada saat bapak ibu mengajukan protokol uji praklinik atau uji klinik itu dikenakan tarif PNBP berdasarkan peraturan pemerintah," kata Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Dwiana Andayani dalam Webinar Series Peluang Pengembangan Obat Bahan Alam menuju Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Inovatif di Jakarta, Rabu (13/10).

Baca Juga

Dia mengatakan, hal itu dilakukan BPOM untuk mendukung agar penelitian yang dilakukan oleh lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi yang berada di bawah naungan pemerintah tidak dikenai tarif PNBP. Sehingga, ia berharap, pengembangan obat dan produk terkait dapat berkembang dengan lebih baik.

BPOM berkomitmen mendukung pengembangan obat bahan alam menuju hilirisasi produk obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk dukungan regulasi dan pendampingan uji praklinik dan uji klinik. "Bentuk dukungan kami dari sisi regulasi dan pendampingan atau pengawalan pelaksanaan uji praklinik dan uji klinik," ujar Dwiana.

Menurut Dwiana, obat bahan alam Indonesia memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai obat herbal terstandar mengikuti kaidah saintifik yang berlaku sehingga memiliki nilai jual dan daya saing bukan hanya untuk produksi lokal, tapi juga untuk ekspor. Dalam pengembangan obat bahan alam menuju obat herbal terstandar dan fitofarmaka, Dwiana menuturkan standardisasi bahan alam sangat dibutuhkan untuk menjamin konsistensi mutu, keamanan dan khasiat obat bahan alam.

BPOM terus mendorong upaya pengembangan obat, obat herbal, kosmetik, suplemen kesehatan dan pangan olahan termasuk upaya pengembangan produk melalui uji klinik. Dalam mendukung pengembangan obat bahan alam menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, BPOM juga memberikan dukungan, antara lain pendampingan dalam penyusunan protokol uji dan pendampingan pelaksanaan uji, pendampingan dalam rangka pengajuan proposal pendanaan penelitian melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP).

BPOM memberikan pendampingan dalam penyusunan atau revisi pedoman atau regulasi terkait uji klinik dan uji praklinik obat herbal.BPOM juga memberikan pelatihan dan lokakarya terkait Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) bagi para peneliti.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement