Rabu 13 Oct 2021 10:25 WIB

Timsel KPU-Bawaslu dari Unsur Pemerintah Melebihi Ketentuan

KOPEL tak yakin adanya proses seleksi yang adil dan melahirkan anggota berintegritas.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ilham Tirta
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej ditunjuk sebagai salah satu anggota Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu.
Foto: Dok Kemenkumham
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej ditunjuk sebagai salah satu anggota Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Anwar Razak mengkritisi penunjukkan empat orang anggota tim seleksi (timsel) penyelenggara pemilu dari unsur pemerintah. Menurut dia, penunjukkan empat orang dari unsur pemerintah menabrak ketentuan perundangan-undangan.

"KOPEL Indonesia menilai, penunjukkan empat orang dari unsur pemerintah ini telah menabrak amanat UU dan lagi-lagi menunjukkan ketidakhati-hatian Presiden dalam membuat keputusan," ujar Anwar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Rabu (13/10).

Keempat anggota timsel dari unsur pemerintah adalah Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik, Juri Ardiantoro (ketua timsel), Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar (sekretaris timsel), Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (anggota timsel), serta anggota Kompolnas Poengky Indarty (anggota timsel). Penunjukan keempat orang ini tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 120/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) masa jabatan 2022-2027 dan calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) masa jabatan 2022-2027.

Anwar menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, presiden membentuk timsel yang beranggotakan paling banyak 11 orang, terdiri dari tiga orang unsur pemerintah, empat orang unsur akademisi, dan empat orang unsur masyarakat. Dia menilai, penunjukan empat anggota timsel dari unsur pemerintah akan menjadi preseden buruk terhadap nilai-nilai integritas pada kepemiluan.

"Menjadi awal yang buruk untuk melahirkan penyelenggara pemilu yang berintegritas dan memegang komitmen terhadap aturan kepemiluan," kata Anwar.

Hal ini pun dinilai akan berimplikasi pada melebarnya konflik kepentingan saat proses seleksi penyelengara pemilu. Sebab, proses seleksi menjadi kunci terbangunnya integritas para anggota KPU dan Bawaslu yang bersih dari konflik kepentingan.

Baca juga : Menghitung Peluang Prabowo Menang di Pilpres 2024

KOPEL Indonesia juga menilai, penunjukkan Juri Ardiantoro sebagai anggota sekaligus ketua timsel sangat tidak tepat. Juri belum lepas dari kepentingan politik mengingat rekam jejaknya sebagai mantan tim kampanye nasional (TKN) untuk pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin saat Pemilu 2019.

"Keberadaan Juri Ardiantoro akan semakin menambah kuatnya potensi konflik kepentingan dalam proses seleksi dan melebarkan proses seleksi yang sarat dengan kepentingan politik," kata dia.

Selain itu, Anwar juga mengkritisi penunjukan Chandra M Hamzah (wakil ketua timsel) dan Abdul Ghaffar Rozin menjadi anggota timsel penyelenggara pemilu. Dalam catatan KOPEL Indonesia, keduanya bersama Juri Ardiantoro merupakan mantan anggota timsel Ombudsman yang tidak berhasil memilih komisioner dalam perspektif kesetaraan gender.

Rekam jejaknya menjadi catatan penting bagi pencapaian nawacita Presiden Jokowi terhadap lahirnya kebijakan yang adil, setara, dan tidak diskriminatif. Anwar menyebutkan, kehadiran mereka berpotensi menihilkan kemunculan anggota KPU-Bawaslu perempuan yang bisa mengawal proses pemilu dalam perspektif kesetaraan gender.

Karena itu, KOPEL Indonesia sangat skeptis adanya proses seleksi yang adil dan melahirkan anggota penyelenggara pemilu yang berintegritas. "Oleh karenanya KOPEL Indonesia memandang penting bagi Presiden untuk meninjau ulang keputusan presiden untuk memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam UU, membersihkan potensi konflik kepentingan, menjaga integritas dan memastikan prinsip-prinsip kesetaraan," kata Anwar.

Sementara itu, anggota timsel selain yang sudah disebutkan di atas yakni akademisi dari Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman; ahli psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk; akademisi sekaligus mantan anggota KPU, Endang Sulastri. Kemudian, mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna; Ketua Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama, Abdul Ghaffar Rozin; dan ahli teknologi informatika, Betti Alisjahbana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement