Selasa 12 Oct 2021 21:45 WIB

KTT G20 Bahas Krisis di Afghanistan

Salah satu titik fokus KTT adalah soal penyaluran bantuan kemanusiaan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pria penjual air mengisi wadah untuk pengungsi internal dari bagian timur negara itu di lingkungan miskin di Kabul, Afghanistan, Senin, 27 September 2021.
Foto: AP/Felipe Dana
Seorang pria penjual air mengisi wadah untuk pengungsi internal dari bagian timur negara itu di lingkungan miskin di Kabul, Afghanistan, Senin, 27 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Perdana Menteri Italia Mario Draghi menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus Kelompok 20 (G20) pada Selasa (12/10). Pertemuan ini akan membahas Afghanistan pasca-Taliban berkuasa dan kekhawatiran munculnya bencana kemanusiaan.

"Titik fokus KTT termasuk dukungan kemanusiaan yang mendesak bagi penduduk Afghanistan, perang melawan terorisme, kebebasan bergerak di dalam negeri dan perbatasan terbuka," kata kantor Draghi dalam sebuah pernyataan singkat.

Baca Juga

Video pertemuan dimulai pukul 13.00 waktu setempat dan dijadwalkan berlangsung sekitar dua setengah jam. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan para pemimpin G20 Eropa diharapkan untuk ambil bagian.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bergabung dengan KTT. Dia akan menyoroti peran sentral yang diberikan kepada PBB dalam menangani Afghanistan akibat sebagian karena banyak negara tidak menginginkan hubungan langsung dengan Taliban.

Guterres menyatakan bahwa PBB melakukan operasi bantuan besar-besaran yang sedang berlangsung dalam perlombaan melawan waktu saat musim dingin mendekat. "Krisis ini mempengaruhi setidaknya 18 juta orang setengah dari populasi negara itu," kata Guterres kepada wartawan di New York pada Senin (11/10).

Tapi, Presiden Chna Xi Jinping tak terhubung. Kemudian, tidak jelas apakah Presiden Rusia Vladimir Putin akan berpartisipasi. Kedua pemimpin negara itu menggarisbawahi perbedaan posisi internasional dalam keadaan darurat.

"Masalah utamanya adalah negara-negara Barat ingin meletakkan jari mereka pada cara Taliban menjalankan negara, misalnya bagaimana mereka memperlakukan perempuan, sementara China dan Rusia di sisi lain memiliki kebijakan luar negeri non-intervensi," kata seorang sumber diplomatik yang dekat dengan masalah.

Italia, yang memegang jabatan kepresidenan bergilir G20, telah bekerja keras untuk mengatur pertemuan itu dalam menghadapi pandangan yang sangat berbeda dalam kelompok tersebut. China secara terbuka menuntut agar sanksi ekonomi terhadap Afghanistan dicabut dan miliaran dolar aset internasional Afghanistan dicairkan dan dikembalikan ke Kabul. AS dan Inggris menentang hal ini.

Sedangkan dua negara tetangga Afghanistan, Pakistan dan Iran, tidak diundang untuk bergabung dalam KTT Khusus G20. Namun Qatar yang telah memainkan peran kunci sebagai lawan bicara antara Taliban dan Barat, ikut ambil bagian.

Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus, negara itu telah mengalami kehancuran ekonomi, meningkatkan momok eksodus pengungsi. Bank-bank di negara ini kehabisan uang, pegawai negeri tidak dibayar, dan harga pangan melonjak. Dwina Agustin/reuters

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement