Selasa 12 Oct 2021 19:24 WIB

Upaya Mendigitalisasi Buku di Tengah Disrupsi Kultur NonBaca

Budaya literasi terus bisa dipertahankan dan dikembangkan di era digital sekarang ini

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Warga membaca buku saat mengakses fasilitas perpustakaan Omah Baca Nawala di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021). Perpustakaan gratis untuk meningkatkan minat baca dan literasi warga.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Warga membaca buku saat mengakses fasilitas perpustakaan Omah Baca Nawala di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021). Perpustakaan gratis untuk meningkatkan minat baca dan literasi warga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) melalui Untirta Press meluncurkan platform dan aplikasi digital yang dapat mempermudah civitas akademika maupun masyarakat umum mengakses buku-buku digital. Dalam peluncurannya, Untirta Press langsung mengunggah 100 judul buku pada platform maupun aplikasi digital mereka tersebut.

"Budaya literasi terus bisa dipertahankan dan dikembangkan di era digital sekarang ini. Dan alhamdulilah pada hari ini insya Allah 100 buku berplatform digital perdana ini diekspos dan bisa diakses," ujar Rektor Untirta, Fatah Sulaiman, dalam siaran secara daring, Selasa (12/10).

Fatah menjelaskan, buku-buku tersebut dapat diakses bukan hanya oleh civitas akademika Untirta, tetapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dia berharap, buku-buku dalam platform digital Untirta Press tersebut bisa memberikan pengayaan-pengayaan maupun pencerahan dari berbagai disiplin ilmu yang ada di Untirta. Dia melihat langkah tersebut merupakan sumbangsih literasi dari Banten untuk bangsa.

"Insya Allah dari 700 dosen PNS, saya wajibkan minimal satu tahun satu (sumbangan buku). Baik itu buku-buku text book, buku-buku untuk diktat kelas, untuk masuk dalam platform digital ini. Sehingga minimal tahun depan kita sudah punya 800 (judul buku)," jelas dia.

Menanggapi peluncuran platform digital Untirta Press tersebut, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, menyatakan, saat ini ada sekitar 73,7 persen atau 202,6 juta orang di Indonesia yang mengakses internet secara aktif setiap harinya. Berdasarkan data tersebut dia berpendapat, langkah Untirta Press untuk merambah ke platform digital memang seharusnya dilakukan.

"Inilah yang sebenarnya menurut saya memang pilihan untuk membuat digital Untirta Press ini menjadi tidak bisa dihentikan lagi," kata Fadjroel.

Menurut Fadjroel, transformasi digital memang tak dapat ditahan. Untuk itulah langkah-langkah adaptif dalam menyongsong transformasi digital diperlukan. Buku-buku yang didigitalisasi dan diunggah di platform digital Untirta Press, kata dia, merupakan jawaban terhadap kondisi yang diperlukan masyarakat digital yang ada saat ini.

Hanya saja, dia menyoroti penggunaan internet yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Dia memaparkan, masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di dunia maya sebanyak 8 jam 52 menit atau nyari sembilan jam setiap harinya. Namun, sebanyak 3 jam 14 di antaranya dihabiskan untuk membuka media sosial.

"Ini salah satu tantangan juga untuk buku sebenarnya. Mereka benar menghabiskan waktu sembilan jam di internet. Tetapi mereka juga menghabiskan waktu 3 jam di depan media sosial," jelas dia.

Sementara itu, Ketua umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Arys Hilman Nugraha, pada kesempatan yang sama mengungkapkan fakta lain. Dia mengatakan, di Indonesia buku digital tidak menjadi disrupsi bagi buku-buku cetak. Yang terjadi justru, baik buku digital dan buku cetak sama-sama terdisrupsi oleh kultur nonbaca atau nonliterasi.

"Misal, saya ada data dari riset IKAPI, baik buku cetak maupun buku digital itu mengalami penurunan dan paling rendah pada tahun 2017. Jadi sama-sama turun. Di Indonesia ini agak berbeda. Jadi di Indonesia buku digital itu belum menjadi pengganti (buku cetak)," kata dia.

Arys menerangkan, pangsa pasar buku digital di Indonesia saat ini masih kurang dari 10 persen. Kondisi tersebut tak jauh berbeda di negara-negara lain. Negara dengan pangsa pasar buku digital tertinggi pun masih berada di kisaran angka 20 persen di negara-negara Skandinavia.

"Sementara di negara-negara lain sama, hanya pada kisaran 10 persen. Hanya saja parahnya di Indonesia sebenarnya tidak terjadi shifting sama sekali yang signifikan," jelas Arys.

Arys menjelaskan, berdasarkan data Januari 2021, aktivitas masyarakat Indonesia di internet paling besar adalah untuk menonton dan mendengarkan, bukan membaca. Data lain juga menunjukkan, tidak ada aplikasi yang berkaitan dengan buku atau literasi baca-tulis di antara 10 besar aplikasi yang banyak digunakan masyarakat di Internet.

"Jadi kalau kita bicara digitalisasi, ya literasi digital kita memang meningkat, tetapi sebenarnya literasi dalam pengertian baca dan tulis di kita tidak mengalami perkembangan yang signifikan," kata Arys.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement