Kamis 14 Oct 2021 05:37 WIB

Selamat Datang Nuklir di Indo Pasifik

Pengadaan kapal selam nuklir ini dianggap sebagai sikap berlebihan dari Australia.

Infografis  Pembentukan Aliansi Indo-Pasifik Picu Perlombaan Senjata?
Foto: Republika
Infografis Pembentukan Aliansi Indo-Pasifik Picu Perlombaan Senjata?

Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Pertengahan September lalu isu keamanan di kawasan Indo Pasifik kembali menghangat. Kali ini aktornya adalah tiga negara AS, Inggris dan Australia, yang membentuk aliansi keamanan AUKUS yang terdiri dari Australia, United Kingdom dan Amerika Serikat.

Tujuan kerjasama militer ini berkutat pada kemampuan pertahanan dan serangan jarak jauh, kecerdasan artificial dan kemampuan perang bawah laut. Selain itu  yang melatarbelakangi dibentuknya kemitraan keamanan trilateral ini juga tidak terlepas dari potensi ancaman militer Cina yang terus meningkat di kawasan Laut Cina Selatan. Di sisi lain, kekuatan militer negara ASEAN saja belum mampu mengimbagi militer Cina. Meski belakangan Australia membantah AUKUS hanya untuk membagi teknologi dan kemampuan di ketiga negara.

Kehadiran AUKUS sendiri secara politis, secara tidak langsung memang menguntungkan bagi ASEAN. Setidaknya Cina harus mengalkulasi ulang bila ingin melanjutkan upayanya menguasai laut cina selatan.  Apalagi menghangatnya suhu di kawasan ini juga mengundang sejumlah negara barat seperti Inggris, Prancis, Jerman dan sekutu AS lainnya untuk kembali hadir di kawasan kaya sumber alam, yang dahulu pernah mereka  kuasai. Dengan bermodal slogan kebebasan bernavigasi, mereka ingin menegaskan ke Cina bahwa laut Cina selatan merupakan jalur pelayaran bebas bagi negara manapun yang mematuhi Unclos PBB 1982.

Di sisi lain pakta ini membawa persoalan baru bagi salah satu kawasan yang dikenal paling damai dan sepi konflik, yakni potensi kehadiran kekuatan nuklir. Pesanan 8 kapal selam nuklir dari Australia ke Inggris dan AS telah membuka lembaran persoalan baru terkait kehadiran nuklir di Indo Pasifik.

Bagi Indonesia kehadiran kapal selam nuklir Australia, meski tidak dilengkapi dengan senjata nuklir dan hanya bertenaga nuklir berpotensi memicu perlombaan senjata nuklir di kawasan ini. Setidaknya menimbulkan ketidaknyamanan negara di sekitar kawasan ini. Karena secara geografis letak Australia tidak berada di kawasan laut Cina Selatan yang disengketakan.

Selain itu untuk menyerang wilayah Australia harus melalui Indonesia, Malaysia, Vietnam dan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Setidaknya apabila terjadi pecah konflik yang melibatkan Australia, rudal jarak jauh maupun pesawat militer yang terbang dari dan ke Australia akan melewati wilayah Indonesia, atau berdekatan dengan Indonesia. Tentu ini sangat membahayakan Indonesia sebagai negara berdaulat. Apalagi Australia sendiri telah memiliki pesawat tempur  F35  berkemampuan stealth yang dapat dilengkapi rudal serang darat AGM 158 Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM), rudal jelajah Tomahawk yang mampu menyerang sasaran jarak jauh.

Meski pemesanan kapal selam nuklir ini, sampai operasional sekala penuh memang masih perlu waktu lama, namun Australia tidak memiliki teritori yang berhubungan langsung dengan laut Cina selatan. Sehingga pengadaan kapal selam nuklir ini dianggap sebagai sikap berlebihan dari negara Kanguru tersebut.

Pembentukan AUKUS itu sendiri juga sebagai upaya mempertahankan hegemoni AS di kawasan ini yang mulai terusik, setelah Cina bangkit dengan kekuatan ekonomi dan militernya. Di sisi lain pemesanan kapal selam nuklir itu sendiri telah membuat hubungan Australia dan Prancis tegang. Sebelumnya Australia telah memesan pembuatan kapal selam konvensional ke Prancis dan dibatalkan sepihak karena Australia telah mengalihkan pesanan kapal selam ke Inggris dan AS.

Bagaimana dengan posisi Indonesia. Tekanan diplomasi politik yang dilakukan Indonesia terhadap sejumlah negara besar untuk menahan diri sejauh ini patut diacungi jempol. Namun, Indonesia juga harus terus memperkuat diplomasi militernya di laut Cina selatan. Kehadiran militer Indonesia yang kuat dan besar tentunya akan memberikan efek gentar bagi siapapun untuk memulai konflik di kawasan ini. 

Pemesanan 36 jet tempur Rafale, F15 EX, kapal fregat kelas Bergamini dari Italia dan Mogami dari Jepang, Arrowhead 140 dari Inggris, serta pengadaan 12 kapal selam diharapkan segera terwujud. Di sisi lain upaya membangun industri pertahanan lokal yang mandiri dan besar juga harus terus dipacu. Dengan kata lain kekuatan militer yang mumpuni tentunya akan meningkatnya posisi tawar diplomasi dan marwah Indonesia di kawasan Indo Pasifik sebagai bangsa yang besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement