Selasa 12 Oct 2021 08:06 WIB

Polisi Heran Pria di Sampit Ubah Pertalite Jadi Premiun

Pengakuan tersangka HS membuat polisi mengerti yang terjadi di masyarakat.

Tersangka ditangkap polisi (ilustrasi).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Tersangka ditangkap polisi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Polisi menangkap seorang pria di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, berinisial HS karena diduga mengoplos bahan bakar minyak. HS diduga mencampur BBM jenis pertalite dengan bahan tertentu guna mengubah warnanya mirip premium demi mendapat keuntungan.

"Ini cukup aneh juga. Biasa itu kan kasusnya pengoplosan menyerupai BBM jenis yang lebih mahal seperti pertalite atau pertamax, ini justru pertalite dioplos sehingga warnanya mirip premium atau bensin. Hanya warnanya yang mirip, soal kandungannya, kami belum tahu karena itu perlu pengujian laboratorium," kata Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin didampingi Kapolsek Ketapang AKP Samsul Bahri di Sampit, Selasa (12/10).

Jakin menjelaskan, kasus ini terungkap pada Jumat (8/10) lalu, berawal dari informasi masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Polsek Ketapang. Terduga HS tertangkap tangan sedang melaksanakan pengoplosan itu di rumah di Jalan Jembatan Kuning Gang Sabar Menanti di Kelurahan Ketapang.

Polisi mengamankan barang bukti berupa tandon air berkapasitas 1.000 liter, 33 jeriken, timbangan, serbuk bleaching earth terram untuk pemutih, bahan bakar mirip premium, serta barang bukti lainnya. Dalam aksinya, HS menerima jasa mengoplos pertalite dengan memasukkan serbuk bleaching earth terram.

Dari proses itu, pertalite yang semula berwarna hijau, berubah menjadi kuning sehingga mirip premium. Terkadang, HS juga membeli sendiri pertalite dari sejumlah koleganya, kemudian mengoplosnya menjadi bahan bakar yang warnanya mirip premium, kemudian menjualnya.

Menurut Jakin, jika dilihat secara teliti tetap ada perbedaan, karena warna kuningnya sangat tajam, berbeda dengan warna kuning bahan bakar premium. Hasil pemeriksaan terhadap HS, praktik terlarang ini ternyata dilakukan lantaran di kawasan pelosok atau jauh dari pusat kota, harga premium justru lebih mahal dibanding pertalite. Padahal di SPBU harga resmi premium lebih murah dibanding pertalite.

Baca juga : Viani Dipindah ke Komisi Lain Setelah Dipecat PSI

Hal itu lantaran ada pendapat di masyarakat bahwa pertalite merusak mesin kendaraan karena cepat panas, menimbulkan kerak, dan memperpendek umur mesin sehingga banyak yang memilih membeli premium. Sementara alokasi premium kini terus dikurangi oleh Pertamina.

"Berbekal pengetahuannya, dia memanfaatkan keterbatasan pengetahuan masyarakat. Dibuktikan pangsa pasarnya banyak, khususnya masyarakat yang domisilinya jauh dari Sampit," kata Jakin.

HS mengaku sudah menjalani kegiatan terlarang ini selama tiga bulan. Dibantu dua karyawannya, HS meraup untung sekitar Rp 1 juta setiap harinya. Untuk menangani kasus ini, penyidik akan berkoordinasi dengan Pertamina dan perangkat daerah yang menangani terkait energi.

Penyidik juga masih mengembangkan kasus ini, di antaranya dengan menelusuri tempat HS membeli serbuk pengubah warna pertalite sehingga mirip premium tersebut. Sementara itu, HS mengaku mendapatkan pengetahuan cara mengubah warna pertalite menjadi mirip premium tersebut dari rekannya di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat.

"Sejauh ini tidak ada yang mengeluh terkait kualitas premium oplosan itu. Malah permintaannya tambah banyak karena sejak awal keluar pertalite, itu sudah dinilai kurang bagus. Makanya premium yang terus dicari," kata HS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement