Jumat 08 Oct 2021 21:04 WIB

KSP Minta Polri Buka Ulang Kasus Perkosaan Anak Luwu Timur

Kasus perkosaan anak di Luwu Timur lukai hati nurani masyarakat.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
Plt Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus perkosaan anak diduga oleh ayah kandungnya, meskipun kasus telah berlangsung pada 2019.
Foto: Antara
Plt Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus perkosaan anak diduga oleh ayah kandungnya, meskipun kasus telah berlangsung pada 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden menyampaikan keprihatinannya terhadap peristiwa tindak perkosaan dan kekerasan seksual yang dialami tiga kakak beradik berusia di bawah 10 tahun di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Tindak kekerasan seksual ini diduga dilakukan oleh ayah kandungnya.

Deputi V KSP bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM dan Antikorupsi serta Reformasi Birokrasi, Jaleswari Pramodhawardani berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus tersebut meskipun kasus telah berlangsung pada 2019 dan penyelidikan telah dihentikan oleh Polres. Dikutip dari siaran resmi KSP, Jaleswari mengatakan, peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak ini melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat. Menurut dia, Presiden Jokowi pun sangat tegas dan tidak bisa mentolerir predator seksual anak.

Baca Juga

Karena itu, pada 7 Desember 2020 Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Jaleswari menegaskan, perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak ini merupakan tindakan yang keji. Apalagi peristiwa ini dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Karena itu, ia meminta agar pelaku dihukum berat.

“Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita. Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat” kata Jaleswari.

Ia menambahkan, meskipun korban adalah anak-anak, namun suara mereka harus didengarkan dan diperhatikan. Jaleswari pun berharap Kapolri bisa menginstruksikan jajarannya untuk kembali membuka kasus tersebut jika ditemukan kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur.

“Karena itu, kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu, atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut” tambah Jaleswari.

Kasus perkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual.

Sebelumnya, dalam rapat terbatas tentang penanganan kasus kekerasan kepada anak pada 9 Januari 2020 Presiden Jokowi memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak ditindaklanjuti secepat-cepatnya. Presiden juga menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang bisa membuatnya jera.

"Terutama terkait dengan kasus pedofilia dan kekerasan seksual pada anak," tegas Presiden.

Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir ini, publik dikejutkan oleh viralnya berita perkosaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh tiga kakak beradik yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pada 2019. Karena tidak menemukan cukup bukti, Polres Luwu Timur menghentikan proses penyelidikan pada 10 Desember 2019, persis dua bulan setelah kasus dilaporkan oleh Ibu korban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement