Jumat 08 Oct 2021 19:00 WIB

Madrasah Jadi Sarana Revolusi Mental

Madrasah bisa menjadi sarana dalam melaksanakan revolusi mental

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Peserta Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar mengikuti pembelajaran secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (12/7/2021). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur menetapkan MPLS bagi siswa baru tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/SMKLB tahun ajaran 2021/2022 dilakukan secara jarak jauh (Daring) dimulai hari ini, hingga Jumat (16/7/2021) karena masih berada pada masa PPKM Darurat.
Foto: ANTARA/Irfan Anshori
Peserta Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar mengikuti pembelajaran secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (12/7/2021). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur menetapkan MPLS bagi siswa baru tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/SMKLB tahun ajaran 2021/2022 dilakukan secara jarak jauh (Daring) dimulai hari ini, hingga Jumat (16/7/2021) karena masih berada pada masa PPKM Darurat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Didik Suhardi mengatakan, madrasah atau sekolah agama bisa menjadi sarana dalam melaksanakan revolusi mental.

 

Pemerintah akan menggandeng Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk melaksanakan revolusi mental di madrasah. Menurut dia, PBNU telah memiliki banyak best practices model dalam pelaksanaan revolusi mental.

 

Hal itu disampaikan Didik saat menjadi pembicara kunci pada Workshop Pemimpin Agama Pelopor dan Penggerak GNRM di Provinsi Sumsel, yang turut dihadiri oleh Gubernur Sumsel Herman Deru, jajaran PBNU dan PWNU Sumsel, yang diselenggarakan oleh PBNU secara daring, pada Jumat (8/10)."Saya sangat setuju dengan apa yang dilakukan PBNU yaitu gerakan revolusi mental melalui madrasah," ujar dia.

 

Lebih lanjut, Didik menerangkan, revolusi mental bertujuan untuk membangun karakter, serta menanamkan nilai-nilai etos kerja, gotong royong, dan integritas. Untuk membangun karakter dan menanamkan nilai-nilai tersebut perlu dilakukan sejak dini.

 

Didik menyebut, madrasah merupakan tempat mendidik anak-anak sejak dini. Mulai dari pendidikan usia dini (PAUD) sampai pendidikan menengah anak diajarkan berinteraksi, bersosialisasi, berdiskusi, berintegritas, bergotong royong, dan bertoleransi.

 

Sesudah pendidikan dasar dan menengah, di pendidikan tinggi dan kehidupan sehari-hari menjadi momen bagi anak untuk mengimplementasikan karakter dan nilai-nilai yang diajarkan.

 

"Harapannya tentu karakter-karakter yang sudah ditanamkan sejak PAUD sampai perguruan tinggi di lingkungan NU itu betul-betul bisa diterapkan, dan pada saatnya nanti harapannya kita bisa menjadi best practices yang bisa dicontoh masyarakat," tutur dia.

 

Menurut Didik, revolusi mental sejak madrasah akan melahirkan generasi masa depan yang bedikari, berkepribadian luhur, memiliki produktivitas, kreativitas, dan kemampuan yang mumpuni menghadapi bonus demografi."Tentu ini akan terwujud dengan dukungan semua pihak. Ini menjadi suatu pertanda revolusi mental sudah menjadi bagian kita semua," ujar dia.

"Dan ini harapan besar dari pemerintah pada saat kabinet ini berakhir hal-hal tonggak untuk mencapai Indonesia Emas 2045 bisa semua dicapai," jelas Didik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement