Jumat 08 Oct 2021 12:52 WIB

Indonesia Butuh Desain Baru Transformasi Ekonomi

Indonesia perlu mendorong pengembangan transportasi laut.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Foto udara aktivitas bongkar muat di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV Bungkutoko Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/10/2021). Indonesia perlu mendorong pengembangan transportasi laut untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Foto: ANTARA/Jojon/rwa.
Foto udara aktivitas bongkar muat di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV Bungkutoko Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/10/2021). Indonesia perlu mendorong pengembangan transportasi laut untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Faisal Basri menilai, Indonesia membutuhkan desain baru dalam transformasi ekonomi. Terlebih, Indonesia memiliki karakteristik dengan jalur perdagangan strategis di dunia seperti Selat Melaka.

"Laut yang mempersatukan pulau kita sehingga bisa mengintegrasikan perekonomian domestik. Sehingga yang dibutuhkan desain baru transformasi ekonomi berbasis keunikan kita ini," kata Faisal dalam webinar Analisis Lingkungan Ekonomi dan Bisnis Terhadap Disrupsi di Sektor Transportasi, Jumat (8/10).

Sedihnya, kata Faisal, komposisi sektor transportasi laut dari tahun ke tahun semakin turun. Hanya saja, saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, komposisi angkutan laut mengalami peningkatan.

"Laut paling tahan di era pandemi. Yang paling tidak tahan itu kereta api kelihatannya dan juga transportsi udara," tutur Faisal.

Faisal mengatakan komposisi sektor transportasi udara selama ini naik. Pada 2010 komposisinya mencapai 15,69 persen namun turun pada 2019 menjadi 29.26 persen lalu kembali naik pada 2020 menjadi 15,21 persen. Selanjutnya pada 2021 sepanjang semester satu 2021 sudah mencapai 13 persen.

"Kita bias udara. Laut terbengkalai. Udara angkut manusia dan laut angkut barang. Kita keteteran di barangnya, manusianya semakin mobile namun barangnya masih mahal kalau diangkut lewat laut," jelas Faisal.

Terlebih, Faisal menilai, sektor transportasi Indonesia menjadi penyumbang defisit neraca berjalan. Faisal mengatakan, setiap tahunnya sektor defisit belasan miliar dolar.

"Ini terlihat, jadi kita lebih banyak menggunakan kapal atau maskapai asing daripada maskapai kita digunakan luar negeri," ujar Faisal.

Untuk itu, Faisal menegaskan, kondisi tersebut harus menjadi perhatian. Dia menuturkan, akan sangat membantu Indonesia jika transportasi Indonesia dibenahi sehingga bisa bersaing di pasar internasional.

"Defisit bisa ditekan 50 persen. Kalau sekarang kecenderungannya naik terus. Pada 2018 sudah 12 miliar dolar AS karena krisis yang diangkut sedikit dan cenderung turun. Namun pada 2021, saya perkirakan akan lebih tinggi dari 2020 walaupun belum mencapai seperti 2019," ungkap Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement