Kamis 07 Oct 2021 23:51 WIB

Delapan Destinasi Wisata di Bantul Kantongi Sertifikat CHSE

Sejumlah hotel di kawasan wisata juga sudah bersertfikat CHSE.

Wisatawan menaiki perahu di Sungai Opak, Kretek, Bantul, DI Yogyakarta.
Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah/rwa.
Wisatawan menaiki perahu di Sungai Opak, Kretek, Bantul, DI Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab)Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan bahwa ada delapan destinasi wisata di daerah itu yang mengantongi sertifikat Cleanliness, Health, Safety, Environment (CHSE). "Kalau untuk CHSE di Bantul informasi yang kita terima baru delapan destinasi, kalau untuk UJP (Usaha Jasa Pariwisata) hotel-hotel rata-rata sudah memiliki, tetapi (CHSE) destinasi wisata baru delapan," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo di Bantul, Kamis (7/10).

Dia menyebutkan, delapan destinasi yang sudah memenuhi standar protokol kesehatan (prokes) berbasis CHSE tersebut, enam wisata di wilayah Kecamatan Dlingo, satu destinasi di Piyungan, dan satu tempat di kawasan pantai selatan Bantul. "Ada informasi dari Sewon ada satu tempat yang sudah CHSE, jadi baru sembilan. Tetapi jumlah ini kan terlalu jauh sekali dengan jumlah destinasi kita di Bantul yang ratusan, tentu kita terus mengejar agar destinasi lain juga memiliki sertifikat CHSE," katanya.

Baca Juga

Sebagai upaya agar destinasi wisata Bantul bisa tersertifikasi CHSE, pihaknya terus melakukan pendampingan bagi pengelola maupun pelaku wisata. Sebab, masih banyak yang belum mengetahui tata cara mengajukan dan bagaimana proses yang harus dipenuhi.

"Jadi program-program terkait dengan kebijakan sektor pariwisata ini harus kita dorong, agar semua masyarakat bisa menyesuaikan, tetapi jangan putus asa, yang penting kita ikhtiar, mudah-mudahan ke depan wisata Bantul tetap siap melaksanakan standar yang baik," katanya.

Dia juga mengatakan, pemda sepakat serta mendorong masyarakat pelaku pariwisata tertib sesuai dengan prokes CHSE. Namun, indikator untuk pelaksanaan kegiatan pariwisata ke depan juga harus melihat kearifan lokal dan kondisi di lapangan.

"Jadi, jangan sampai masyarakat pelaku wisata yang sudah tidak berdaya, tidak punya energi keuangan misalnya, tetapi ketika akan berusaha terbelenggu oleh sebuah ketentuan yang menyebabkan tidak bisa beroperasional," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement